Rabu, 13 September 2017

COPE WEST 2012 LATIHAN BERSAMA USAF- TNI AU Oleh: Kapten (Sus) Michiko Moningkey



Seminggu berlalu, sejak latihan bersama antara TNI Angkatan Udara dengan United State Air Force (USAF). Tepatnya dengan Wing I Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Latihan ini resmi dibuka oleh Wakil Kepala Staf AU Marsdya TNI Dede Rusamsi (menjabat saat kegiatan ini berlangsung). Dengan didampingi oleh Lt. Gen Stanley T. Kresge. Selaku Commander 13th Air Force USAF “Hickem Air Force Base” Hawaii.

36th Airlift Squadron Commander Lt  Col Dave Kincaid melihat keluar jendela saat tampilan beberapa manuver diatas area penerjunan Gorda untuk mendukung Cope West yg adalah latihan bersama US
 
Namun kesan mendalam telah membekas dihati seorang pengamat sepertiku. Pengamat dari di pinggir lapangan. Sebab ada banyak hal-hal yang sangat berharga, yang telah ditemui dari perpaduan kerjasama ke dua Angkatan Udara ini.
Mungkin ini hanyalah kesan awal yang begitu mempesona. Di mata seorang yang melihat dari kejauhan. Namun pula, sangat berarti dan menarik untuk disimak.
            Sebenarnya, apa yang menarik bagiku, sudah bukan merupakan suatu hal yang baru lagi di dunia kedirgantaraan, apalagi di dunia militer. 

 Disiplin, inilah kata kunci yang ingin saya ceritakan. Sejak roda ban pesawat Hercules C-130 milik 374 Air Lift Wing, Yokota Air Base Japan, mendarat di landasan pacu Lanud Halim.
Decak kagum terdengar dari antara personel TNI AU. Yang saat itu bertugas untuk menjemput anggota USAF yang akan terlibat di dalam Joint Exercise Cope West  tahun 2012 kali ini.
Dari bunyi yang dihasilkan oleh badan pesawat yang tergolong jumbo ini, dapat diketahui kondisi prima mesin pesawat buatan pabrik Lockheed Amerika ini.
Bunyi mesin pesawat yang tidak asing lagi di telinga warga Lanud Halim. Di kejauhan nampak semburat jingga cahaya mentari pagi dengan udara segar yang menerpa wajah.
Anggota militer 374 Air Lift Wing, Yokota Air Base Japan, kemudian menjejakkan kakinya di Jakarta, Indonesia.
            Setelahnya, C-130 Hercules berbendera USA ini bertengger dengan gagahnya di landasan Terminal Selatan Lanud Halim. Seluruh personilnya dengan penuh kesadaran membentuk barisan memanjang sepanjang taxy-way.
            Untuk memunguti benda-benda sekecil apapun yang ditemuinya; yang berpeluang menjadi sumber kecelakaan bagi penerbangan.
            Mungkin bagi orang awam, tindakan ini kelihatannya sangat sepele dan aneh. Namun bagi orang penerbangan hal ini merupakan tindakan penting dan bijak. Di dalam menghindari terjadinya kecelakaan terbang dan kerja.
Seorang Jumpmaster dari Batalyon 461 Paskhas memeriksa parasut sebelum latihan terjun sebagai bagian dari latihan Cope West 2012 di Lanud Halim P 26 Juni 2012 
 Hal ini mengingatkanku pada pengalaman sepuluh tahun yang lalu. Saat berdinas di Pangkalan Udara tipe C seperti Lanud El-Tari Kupang Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang juga dilaksanakan di Lanud yang terkenal dengan kain tenunannya ini. Awalnya sangat mengejutkanku.
Namun, dibalik tindakan ini semua, ternyata terkandung makna yang sangat mendalam.
            Sebagai insan dirgantara yang berkecamuk dengan peralatan-peralatan berteknologi tinggi. Seperti dengan “Burung Besi yang bisa terbang”. Kegiatan ini sudah merupakan program tetap yang tidak bisa ditawar-tawar.
Sebab Zero Accident merupakan target khusus yang mendapat skala prioritas utama di kalangan insan Angkatan Udara.
            Teknologi militer yang semakin canggih itu memiliki konsekuensi. Bahwa faktor keselamatan terbang dan kerja menjadi tolok ukur. Bagi kesiapan dan keberhasilan TNI Angkatan Udara dalam melaksanakan tugasnya.
Oleh sebab itu, untuk kesekian kalinya Pimpinan TNI AU senantiasa menginstruksikan. Kepada seluruh personel jajaran TNI Angkatan Udara.
Untuk menempatkan keselamatan terbang dan kerja pada prioritas utama. Dalam setiap pelaksanaan tugas. Sehingga “Zero Accident” benar-benar dapat diwujudkan.
            Kembali ke awal, apa yang sebenarnya mendorongku untuk menulis tentang secuil pengalaman ini? Jauh di kedalaman hatiku ada sesuatu yang menggelitik hati.
Dan yang ingin kutuangkan dalam bentuk tulisan. Walau mungkin sebagai pengamat diluar lapangan, semuanya kutuliskan apa adanya dan masih sederhana.
            Hal menarik lainnya yang kutemui selama interaksi ini berlangsung adalah sikap kepastian. Tidak pernah mengandai-andai. Tetapi memastikan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
Hal ini tercermin saat salah satu USAF Airman memeriksa dengan cermat dan mendetil. Setiap jengkal badan pesawat C-130 Hercules yang diawakinya.
Sekali lagi, ini sudah ‘program tetap’ -- istilah di dunia Angkatan Udara. Sekali lagi ‘check and re-check’.
Tindakan ini, Penulis perhatikan, tidak pernah dilakukan secara asal-asalan ataupun sekilas pandang saja. Bahkan, memperlengkapi dirinya dengan alat penerang seperti senter ditangan. 



Luarbiasa khan? Siang hari menggunakan senter? Namun, seperti inilah seharusnya yang patut dicontohi. Sikap bertanggung-jawab sepenuhnya, penuh kehati-hatian dan waspada.
            Nilai plus lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah konsentrasi penuh pada apa yang dihadapannya. Tingkat keseriusan yang tinggi.
Tidak pernah mengganggap sesuatu hal itu sudah seperti itulah terjadi dengan sendirinya. Tidak demikian. Tetapi, melihat kembali, mengevaluasi kembali dan mengujinya dengan rapat tim.
Membandingkan berbagai argument atau pendapat kemudian membuktikan kembali ketepatan perhitungan awal. Luar biasa.
            Sebab itu, tidaklah asing lagi saat melihat para Airmen mengadakan briefing singkat di luar badan pesawat sebagai pemeriksaan terakhir sebelum melaksanakan penerbangan.
            Satu lagi yang menambah decak kagum yang tiada henti, saat memperhatikan Msgt John Ganoa. Seorang Jumpmaster dari 18th Weather Squadron Fort Bragg, US.
Saat memberikan simulasi penerjunan kepada ke-22 anggota Pasukan Khas Angkatan Udara Batalyon 461 di dalam badan pesawat C-130 Hercules USAF.
            Walaupun, pesawat yang digunakan sedang bertengger di atas daratan namun saat mempraktekkan peristiwa penerjunan. Ia bertindak dan berlaku seakan-akan pesawat sedang mengudara.
Keseriusan ini patut dijadikan nilai positif yang dapat diambil. Bukankah, latihan praktek dilapangan bagi militer merupakan kunci keberhasilan?
Jadi, pengulangan yang bersungguh-sungguh merupakan tanda 90% keberhasilan pelaksanaan tugas?
            Demikianlah yang diperlihatkan seorang anggota militer USAF didalam melakukan latihan. Tidak pernah menganggap sepele suatu tindakan pengulangan dalam suatu latihan.
Semoga hal kecil seperti ini tidak akan terlewatkan oleh orang kita. Lain halnya dengan Airman 1st Class Brandon Jenkins, seorang ahli tali-temali pengepakan barang.
Berasal dari 374th Logistics Readiness Squadron’s Combat Mobility Flight. Bekerja bersama-sama dengan Indonesian Airmen mengerjakan sebuah pengepakan barang yang rendah biaya dan praktis untuk Low-Altitude.
Kedua negara bersama-sama, langsung mempraktekkannya secara bahu-membahu membuat bundel LCLA. Yang merupakan tipe terbaru palet yang pada umumnya digunakan oleh U.S Forces untuk pengangkutan udara menyuplai secara cepat dan efisien.
            Jika dicermati dengan bijak oleh seluruh peserta latihan. Hal-hal seperti inilah yang sebenar-benarnya memperkaya pengalaman dan pengetahuan.
Bahkan wawasan berpikir seorang prajurit, diharapkan makin professional. Didalam mengemban tugas dan tanggungjawabnya sebagai pilar bangsa dan Negara.


Anak-anak di Gorda Binuang sedang melihat anggota Paskhas AU yang sedang bersiap-siap mendarat setelah loncat keluar dari C-130 Hercules untuk mendukung Cope West


Seperti yang telah tertuang pada sambutan pidato kedua pimpinan latihan. Latihan seperti inilah yang menjadi urat nadi. Mengalirkan kemampuan, kekuatan dan kesiapan untuk melaksanakan setiap tugas Negara.
Terlebih-lebih bila dihadapkan dengan teknologi militer yang semakin modern dan canggih.
Setelahnya, selama lima hari kerja, Indonesian-American Airmen telah bekerja bahu-membahu. Secara bertahap, saling bertukar taktik, teknis, prosedur penerbangan udara.
Memimpin pertukaran para ahli yang benar-benar piawai dibidangnya masing-masing. Sehingga pada akhirnya, akan mempertinggi kemampuan pertukaran informasi dari kedua Angkatan Udara.
Dan meningkatkan kesiapan penanggulangan bencana alam kawasan regional.
Namun diatas kesemuanya ini, ilmu pengetahuan tanpa menyentuh sisi kemanusiaan, apalah artinya. Semuanya bisa menjadi sia-sia. 
Dengan kesempatan latihan di area drop-zone Gorda, USAF dan TNI Angkatan Udara memberikan sumbangan perlengkapan sekolah dan olahraga kepada SDN 3 Warakas, Banten, Serang.
Bantuan perlengkapan sekolah dan olahraga ini diberikan langsung kepada seluruh anak-anak sekolah. Oleh Mayor Nav Sudaryanto dan oleh Lt. Col Pete Kelley selaku Commander Detachment Yakota Air Base, Japan.
Menurut Lt. Col Pete Kelley perlengkapan olahraga dan alat belajar ini, merupakan murni sumbangan anak-anak keluarga besar Detachment Yakota Air Base, Japan.
Sepenggal cerita menarik dan mengesankan. Bagi seorang pengamat dari pinggir lapangan. Bahwa untuk maju setiap insan Angkatan Udara harus smart untuk memanfaatkan kesempatan yang langka ini. Belajar dan berlatih, berlatih dan berlatih***
 
Lt Col Pete Kelley Komandan dari Cope West 11 Detasemen Lanud Yokota Jepang berbicara kepada murid murid SD Negeri 3 Warakas di Binguang  Anggota lanud Yokota memberikan lebih dari 1200 Dolar

Tidak ada komentar: