OLEH-OLEH
KURSUS DI NEGERI KANGGURU
Kisah
singkat perjalanan mengikuti pendidikan
Kursus
Strategi Komunikasi di negeri Kangguru
Tulisan ini muncul saat
ingat adanya kesempatan berbagi pengalaman dengan rekan sekantor. Bagiku adalah
baik untuk sharing pengalaman. Ini
akan banyak membantuku dalam penulisan artikel selanjutnya.
Mayor (Sus) Michiko Sanra saat mengikuti Kursus Strategi Komunikasi |
Sungguh merupakan suatu
kesempatan yang sangat berharga dapat terpilih dan diutus. Untuk mengikuti
kursus strategi komunikasi yang disponsori oleh pemerintah Australia. Terutama
bagi diriku sebagai orangtua tunggal (Singleparents).
Ini kesempatan menjadi contoh figur teladan bagi anakku. Bahwa “Nothing is impossible”.
Perayaan Hari Kartini, anakku Miracle berdiri paling kanan mengenakan baju hijau |
Ini juga kesempatan emas
bagiku untuk menabung dan kegunaannya bagi pendidikan anakku satu-satunya.
Walaupun harus diganti dengan meninggalkan anakku selama tiga minggu dibawah
asuhan Kamelia (Babysitter-nya dahulu
semasa Miracle baru lahir).
Bersyukur, Lia bersedia
menggantikanku selama kepergianku ke LN. Dia datang dari Jakarta. Lia seperti
malaikat kecil ku yang diutus Tuhan untuk menolong ku. Di saat benar-benar daku
membutuhkan uluran bantuan dari orang lain.
Mengenai perjalanan ini,
sesungguhnya banyak hal berharga yang kudapatkan. Jujur, perjalanan ini
sangatlah jauh berbeda dengan pengalamanku sebagai Women Peacekeepers di Southern
Libanon pada tahun 2010.
Setelah urusan domestik daku
selesaikan. Berangkatlah daku menuju Jakarta dengan kereta api. Tepatnya dua hari
sebelum berangkat menuju Melbourne. Sudah dapat kubayangkan perjalanan yang
sangat kemerungsung ini akan segera
kumulai.
Di Jakarta kuselesaikan
semua administrasi. Terutama mengantongi paspor dan surat tugas belajar dari
Panglima TNI. Serta Surat Perintah dari Kasau untuk mengikuti Strategic Communication Workshop di
Aussie. Pemeriksaan kesehatan telah kulakukan pada jauh-jauh hari.
Itulah sebabnya selama bulan
April, entah telah berapa kali daku bolak-balik Jakarta-Jogja untuk melengkapi
semua berkas administrasi termasuk melengkapi diri dengan sertifikat kesehatan.
Dua hari sebelum keberangkatan
ke Australia, saya menyelesaikan ijin berangkat ke beberapa bagian terkait. Ke
Kabagbinwara, ke Disdikau, ke Dispenau, dan terutama ke Dik LN Spers TNI Mabes TNI.
Ya, ini yang penting sekali
sebab uang saku diterima dari Mabes TNI. Tidak banyak melimpah, namun lebih
dari cukup. Terimakasih. Sebab sesuai dengan bunyi Surat Perintah, penerbangan
pergi dan pulangnya ditanggung oleh pemerintah Australia sedangkan uang saku
ditanggung oleh Mabes TNI.
Oh, sehari sebelum berangkat, sempat mengisi acara show live Night with Judika di Trans TV. Bertemu dengan Titi Puspa, figur artis yang terkenal dan menjadi panutan bagi seniman seniwati muda di zaman sekarang. Peringatan Hari kartini.
Tiba saat keberangkatan. Sebenarnya dari sore hari daku sudah berada di ruang tunggu bandara Soeta Terminal Dua. Sambil menunggu rekan partisipan kursus dari TNI AD.
Tiba saat keberangkatan. Sebenarnya dari sore hari daku sudah berada di ruang tunggu bandara Soeta Terminal Dua. Sambil menunggu rekan partisipan kursus dari TNI AD.
Namun mendekati saat harus check-in, orangtua meminta kesediaan
saya untuk mengirimkan uang. Masalahnya, uang yang ada ditangan, adalah uang
tunai berbentuk dolar.
Jadi, harus menukarnya
dalam bentuk rupiah. Dan bergegas ke Terminal Satu dengan bantuan ojek bandara.
Hanya di Terminal Satu yang memiliki mesin ATM setor tunai. Saya pun mengirimkan
uang kepada Ibu yang berada di Manado. Dan sekaligus mengirimkan biaya hidup
bagi anakku yang ada di Yogya.
Dengan berlari-lari sayapun
memasuki pintu yang dijaga oleh bagian Imigrasi. Mereka sangatlah tegas. Saat
melihat sedang menelpon, mereka menegur dengan keras. Agar saya berhenti
menelpon sampai pemeriksaan selesai dilakukan.
Tentu saja saya sangat
menghargai tugas mereka. Namun sekejab berubah
roman wajahnya saat membaca paspor ditangannya. Sikapnya agak reda dan ramah.
Selanjutnya harus
melewati pemeriksaan berikutnya. Saya mengalami kesulitan yang tidak pernah
diduga sebelumnya. Sebab tidak menyadari kalau tas kosmetik memuat cairan
kosmetik yang melebihi aturan yang ada.
Ada yang 200 ml bahkan ada
yang 250 ml. Lima item barang yang
baru dibeli ini, harus ditinggalkan. Saya sangat menghargai tugas mereka. Sebab
itu meminta kesediaan salah satu diantara mereka, untuk mengamankan kosmetik itu.
Nantinya selesai kursus, barang-barang ini akan saya ambil kembali. Namun tidak ada satupun anggota Bea Cukai yang bersedia untuk menyimpankannya bagi saya. Tidak ada jaminan.
Nantinya selesai kursus, barang-barang ini akan saya ambil kembali. Namun tidak ada satupun anggota Bea Cukai yang bersedia untuk menyimpankannya bagi saya. Tidak ada jaminan.
Beruntung sebelum melangkah
masuk ke badan pesawat, ada petugas airlines
Garuda Indonesia yang menyanggupi untuk menyimpankannya bagi saya.
Syukurlah, sebab kosmetik itu baru saja dibeli dengan harga tidak murah bagi
ukuran dompet saya.
Walau demikian, selama
penerbangan masih saja memikirkan barang yang tertahan di bandara Soeta. Ach, nantinya pasti juga akan didapatkan
kembali. Jujur, saya bukan tipe orang yang mudah menghambur-hamburkan uang.
Bertolak dari Terminal 2
Internasional Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Menuju ke bandar udara Tulamarine
Melbourne Australia.
Menempuh jarak 3.228 mil
dengan Airbus Garuda Indonesia.
Berangkat pukul setengah sebelas malam, tiba esok harinya (23/4) pukul delapan
pagi. Ada enam jam tiga puluh menit berada di udara.
Cukup melelahkan. Memasuki
wilayah udara Melbourne, tidak ada berkas cahaya matahari. Cuaca di Melbourne
susah ditebak.
Setibanya di Melbourne
sangatlah bersyukur. Walaupun kemarin saat di Indonesia hampir saja ketinggalan
pesawat karena berusaha untuk mengirimkan uang kepada orangtua dan anak.
Ditambah lagi, keterlambatan yang diakibatkan upaya komunikasi dengan pihak Bea Cukai yang tidak mengizinkan membawa barang cairan melebihi takaran yang diperbolehkan.
Ditambah lagi, keterlambatan yang diakibatkan upaya komunikasi dengan pihak Bea Cukai yang tidak mengizinkan membawa barang cairan melebihi takaran yang diperbolehkan.
Setibanya di bandar udara
Melbourne, dijemput oleh Transport
National Australia. Diantarkan ke Defence
International Training Center (DITC).
Berlokasi di RAAF Williams
di Laverton, Victoria. Kurang lebih dua puluh dua kilometer arah Selatan
Barat-nya kota Melbourne, kota kedua terbesar di Australia.
Pose di depan papan nama DITC |
Satu hal yang kudapati bahwa
kualitas barang terjamin walau harga agak miring. Saya telah memperkirakan
bahwa waktu untuk mengenal lebih dekat Australia hanyalah di awal kedatangan
ini. Mumpung ada kesempatan. Sedangkan rekan ku dari TNI AD menyempatkan diri
untuk mengunjungi adik-kandungnya yang berdomisili di Kota Melbourne.
Selama di Melbourne, saya
mengikuti pelajaran tentang pengenalan akan Australia. Semua partisipan
dipusatkan di DITC tepatnya di RAAF Williams Laverton Victoria. Tempat yang
menurut saya sangatlah asri. Saya sangat nyaman dengan ketenangan tempat ini.
Banyak burung gagak hitam
terbang bergerombolan. Dan seolah tidak takut dengan kehadiran manusia.
Teringat akan cerita dongeng tentang Gagak. Sayapun tertarik untuk mengambil
gambar Gagak dari dekat. Burung ini terkenal sebagai asistennya Nenek Sihir di
cerita-cerita dongeng anak-anak. He..he..
Oh iya, ada tanda peringatan
untuk berhati-hati dan perhatikan jalanan. Sebab kawasan ini terkenal dengan
ular. Iya, mudahnya ditemukan ular di daratan Australia. Jujur, saya tidak
ingin membayangkan hal ini.
Saat itu sudah mulai musim
gugur. Cuaca di Melbourne dianggap unik karena selalu berubah-ubah. Saat itu
suhu diantara 13-28 derajat Celcius. Udara sudah mulai terasa dingin dan angin sangat
kencang berhembus.
Untuk bangun pagi sangatlah
dibutuhkan perjuangan. Saya yang berjanji untuk jogging awal pagi hari kadang kebablasan
juga sebab udaranya sangat dingin dan lebih mengundang untuk menarik selimut
daripada bangun dan bergerak di udara terbuka.
Satu hal yang menarik adalah
gedung olahraganya atau tempat fitness dengan
berbagai perlengkapannya. Lumayan untuk cycling
selama tiga puluh menit. Kalau swimming
pool, ach mending saya hindari
disaat musim gugur begini. Selesai renang saya bisa-bisa jadi es balok.
Akomodasi yang ditempati
oleh peserta putri sangatlah berbeda dengan peserta putra. Putri tinggalnya di block yang masing-masing terdiri dari
empat kamar. Dan jaraknya mungkin tiga kilometer dari Condominium putra.
Tetapi beruntungnya mereka dekat dengan Combined Dining Facility. Jadi tentunya partisipan putra tidak akan melewatkan jam makan pagi.
Tetapi beruntungnya mereka dekat dengan Combined Dining Facility. Jadi tentunya partisipan putra tidak akan melewatkan jam makan pagi.
Nah, buat kami yang putri,
makan pagi berarti jalan tiga kilometer dan berlipat ganda menjadi enam
kilometer, sebab pergi-pulang. Kebayang khan
jauhnya. Makanya, Lunch Time dan Dinner adalah saat dapat jumpa bersama
dengan seluruh peserta dari berbagai negara Asia Pasifik.
Buat peserta dari Asia, meja
makan adalah tempat untuk bercengkrama, bertukar cerita. Namun tidak bagi
Australia, makan siang dilakukan dengan bergegas sebab pekerjaan menunggu di
kantor. Bagi mereka ngobrol adalah
saat Tea Time di sore sampai malam
hari.
Kelas kami terdiri dari
berbagai negara partisipan. Indonesia, Vanuatu, Tonga, Thailand, Filipina,
Malaysia, Singapura, Pakistan, Libanon, PNG, Yordania. Namun, semuanya akan
terpisah lagi mengikuti kursus masing-masing ke beberapa kota. Ada yang akan
ikut SCW dan ada yang ikut SCSC.
Kesan pertama yang saya
dapatkan saat pertamakali memasuki block
adalah fasilitasnya yang aduhai. Fasilitas untuk berbagi tentunya. Yakni adanya
common room berisikan sofa (yang
akhirnya sangat jarang kami duduki), meja tamu, TV, DVD Player, Printer. Ada AC, Heater,
mesin cuci, mesin pengering, wastafel,
hand-basin, seterika, meja seterika, fridge,
kettle boiler, kopi-teh-gula (sachet),
kamar mandi, toilet.
Sedangkan fasilitas kamar
masing-masing adalah PC, meja belajar, almari pakaian, tempat tidur, radio alarm, safey box, kipas angin, heater, gelas dan handuk.
Lucunya, tanda larangan ada
dimana-mana. Mulai dari pintu masuk yang berlapis dua itu. Dilarang untuk
membanting pintu. Saat menapakkan kaki ke dalam ruang umum, akan didapati lebih
banyak larangan lagi.
Matikan TV jika tidak
digunakan. Duduk di sofa, kaki jangan diletakkan diatas meja. Bersihkan
remah-remah makanan apabila selesai makan di common room.
Masuk ke ruang dapur,
apalagi! Banyak aturan yang dipajang di dinding. Lantai tidak boleh basah oleh
genangan air sedikitpun. Demikian pula, kamar mandi dan toilet, aturannya
berlapis-lapis. Gunakan tisu untuk membilas dan buang ke dalam kloset. Beda khan
dengan negeri kita? Tisu dilarang keras dibuang di kloset, dapat menyumbat
saluran. Ugh!
Saya membayangkan bagaimana
dengan anak saya, apabila saya jejali dia dengan berbagai larangan. Pastinya
akan pusing seperti saya, dan serba-salah. Tetapi saya belajar untuk
menyesuaikan diri.
Oh iya, hebatnya. Personal Computer yang berada di kamar
tidur tidak dapat mengakses apapun dari flashdisc
yang saya bawa dari Indonesia. PC nya sudah terlindungi. Apalagi isinya, aman
dari konten-konten yang ilegal. Bersih dan terlindungi. PC ini benar-benar
hanya untuk belajar semata-mata.
Satu hal lagi, saya salah
membawa adaptor. Sehingga kesulitan untuk mengisi listrik alat komunikasi.
Adaptor model Australia terpaksa saya beli di toko kelontong dekat Aircraft Station dengan harga tiga
setengah dolar.
Pada hari Rabu minggu
pertama, kami dibagikan uang saku dari pemerintah Australia melalui bank
setempat. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membiayai hidup kami selama dua
minggu di Australia. Sungguh saya sangat bersyukur.
Sebab itu, saya tidak
merencanakan untuk membelanjakan uang ini di Australia, kecuali keperluan
penting seperti simcard Optus seharga
$30 agar dapat berkomunikasi dengan anak tersayang di Yogya dan dapat terhubung
dengan orangtua di kampung halaman Manado.
Dan hal ini berlanjut sampai
di Canberra. Saya sangat jarang keluar bersama teman-teman ke arah pusat
perbelanjaan Canberra. Coklat pesanan anak, hanya itulah yang saya upayakan
beli. Ternyata setelah saya banding-banding harganya dengan di Yogya, tidaklah
jauh berbeda.
Sarana transportasi di
Melbourne sangatlah nyaman. Kami menggunakan kereta (KRL) Metro Train untuk menuju ke pusat kota. Stasiun di pusat kota
sangatlah indah arsitekturnya. Namun sebelum dapat menggunakan fasilitas ini,
perlu melengkapi diri dengan kartu.
Sejenis ‘e-money’ di dalam tiket. Perlu untuk diisi saldo, saat
menggunakannya hanyalah disentuhkan ke mesin touch-on namun jika lupa ataupun sengaja tidak membayar, akan kena
denda.
Ada satu kejadian lucu yang
rombongan kami alami. Saat kembali dari kota, rekan Yordania ketinggalan dompet
dan paspornya di dalam kereta. Kembali dia berlari masuk untuk mengambil
barangnya. Namun, naas baginya, tiba-tiba pintu tertutup dengan sendirinya.
Myki Card |
Dia menggedor-gedor pintu,
saya yang saat itu berdiri di sisi luar kereta tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya
bisa memandang, saat kereta dengan perlahan meninggalkan Aircraft Station menuju ke arah selatan. Jadinya, rekan Yordania
turun pada stasiun pemberhentian selanjutnya.
Untung saja dia tidak
ketinggalan jam makan malam. Saat dia muncul di Combined Dining Facility saya tidak dapat menahan rasa ketawa. Lucu
membayangkan saat dia menggedor-gedor pintu kereta yang dengan perlahan
meninggalkan kami yang terbengong-bengong, tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi
syukurlah, dia masih menemukan dompet dan paspornya. Jika tidak, bisa-bisa jadi
gelandangan di negeri Kangguru.
Seminggu berjalan, kami
sekelas makin kompak. Apalagi ada beberapa Seniors yang pembawaannya memang
kocak dan suka melucu. Perwira yang paling senior adalah Jenderal AD dari
Libanon. Kemudian beberapa Letnan Kolonel dari Yordania, Pakistan dan PNG.
Dua hari kemudian, kami
berkesempatan mengikuti peringatan Anzac
Day di desa Inverleigh. Upacara bersama dengan lembaga sosial masyarakat
setempat. Ada juga ibu-ibu yang terlibat dalam kegiatan Palang Merah
Internasional. Mereka menyambut rombongan kami dengan sangat ramah. Makanan
berlimpah disajikan.
Bercakap-cakap dengan warga Inverleigh saat Anzac Day |
Rombongan kami terdiri dari
semua anggota militer dari berbagai bangsa. Saat itu sedang melaksanakan tugas
belajar di DITC Melbourne. Pakaian seragam warna-warni menyemarakkan perayaan
kali ini.
Unik, sebab tentara dari
kawasan Asia-Pasifik memenuhi jalan. Kesatuan unik yang memancarkan pesan
perdamaian ke seluruh dunia.
Hadir pada saat peringatan Anzac Day di Inverleigh Melbourne |
Apalagi pakaian dinas yang
dikenakan bukanlah celana panjang. Angin dingin seakan membekukan aliran darah
diujung jari-jari kaki. Berawal dari pengalaman ini, esoknya membeli stocking di kios seberang Laverton Air Base.
Tibalah saat kami harus
pindah ke kota Canberra, dengan pengalaman pesawat domestik. Bayangan saya
pesawat ini pastinya besar, tapi ternyata berbeda. Anehnya lagi, bagi ukuran
saya orang Asia, pesawat ini termasuk sempit ruang geraknya. Hmm...
Saat boarding sayapun mengalami kesulitan sebab barang bawaan saya lebih
tiga kilo. Dari yang diijinkan sebanyak 20kg. Jadi, sayapun membongkar koper,
dan memindahkan sebagian barang ke tas jinjing. Dibawa pandangan mata
orang-orang yang lagi boarding. Oh my....pengalaman
yang tidak mengenakkan.
Tetapi ternyata, bukan hanya
saya saja yang mengalami hal serupa. Rekan dari Pakistan pun diharuskan untuk
mengurangi bawaan. Akhirnya mereka menyiasatinya dengan membagi barang bawaan
diantara bertiganya.
Setibanya di Canberra kami
ditempatkan di Hotel Rex dimana ruang pertemuannya kami gunakan sebagai tempat
belajar selama seminggu. Wow, fasilitas hotel ini sangatlah mewah. Beruntung
sekali dapat mengikuti kursus singkat ini. Bagiku, yang penting fasilitas gym dan indoor swimming-pool nya yang asyik.
Ada satu waktu kami
berkesempatan dinner dengan BRIG
Daniel Fortune, DSC and Bar; di avenue
Hotel Rex. Selaku penanggungjawab kegiatan SCW di Canberra.
Dinner dengan Atase Udara di Canberra Aussie |
Dinner With Atase Militer |
Dinner with Seconded Officer Mj Sumidi |
Pendidikan ini adalah forum
kolaborasi yang telah di rancang. Untuk memberikan suatu pengertian mendalam
kepada partisipan militer internasional. Akan adanya aturan-aturan militer
Australia menghadapi informasi publik.
Para partisipan mempelajari
tentang kemampuan Informasi Publik Australia. Juga berkontribusi dalam diskusi.
Setiap peserta memiliki
kesempatan untuk saling bertukar pendapat. Dan membangun hubungan kerjasama
profesional.
Melalui kelompok kerja,
kunjungan kerja singkat serta pertemuan sosial. Para penyaji materi berasal
dari ADF juga dari pembicara tamu istimewa.
Juga menyediakan forum
diskusi tentang tantangan penyelenggaraan operasi strategi komunikasi.
Setingkat nasional dan dalam lingkup operasi multinasional.
Tidak hanya itu saja, SCW
juga memberikan sudut pandang berbeda. Tentang bagaimana Seksi Media Pertahanan
Australia bertanggungjawab dalam menyalurkan informasi publik.
Seimbang dengan hak publik
untuk mengetahui sesuatu. Dan dengan hak organisasi untuk melindungi informasi
operasional yang sensitif. Kesemuanya pada dasarnya akan bermuara kepada
kredibilitas dan reputasi.
Selanjutnya, SCW dirancang
untuk perwira militer dan sipil militer yang akan berperan atau
bertanggungjawab. Sesuai dengan pengetahuan keseluruhan akan Penerangan Umum di
militer.
Partisipan SCW berasal dari
beberapa negara. Yakni, Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua New Guinea,
Singapura, Libanon, Yordania, Pakistan, Vanuatu, Thailand.
Walaupun aksen dan dialek
bahasa menjadi kendala, namun hubungan kerjasama tetap terjalin dengan baik.
Hal ini tampak saat diskusi kelompok digelar.
Ada juga partisipan yang
sangatlah cepat dalam memberikan presentasi. Sedangkan menurutnya, dia akan
menjadi gugup apabila ia memperlambat bicaranya.
Pendidikan dengan berbagai
bangsa dalam satu kelas, memberikan banyak pelajaran. Saat itu, sebagai Duta
Bangsa tentu saja perlu senantiasa mawas diri. Sebab kehadiran di negeri orang
berarti mewakili bangsa Indonesia.
Penerimaan Sertifikat Strategic Communication Course |
Perjalanan kembali ke Tanah
Air memiliki catatan menarik. Berat muatan koper menjadi perhatian tersendiri.
Tidak ada toleransi dalam ketentuan. Aturan tetap aturan. Tidak pernah berubah.
Dan tidak ada pengecualian.
Demikian, sekilas berbagi
pengalaman dan pengetahuan dalam Strategic
Communication Course. Be
Professional, Be Loyalty, Be Integrity, Be Courage, Be Innovation teamwork.
***Seluruh isi materi ini merupakan milik
intelektual pribadi. Meniru dan menggandakan hal-hal yang dicantumkan dalam
materi ini, diluar maupun tanpa seizin Penulis, merupakan pelanggaran hak
intelektual dan dapat diproses sesuai
hukum yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar