Michiko Moningkey is the owner of this blog. Which is the way to explore my mind with writing....sharing many interesting experiences. So that why Michiko named this blog "All things are possible". That however small we may see ourselves, we can still dream big, and that nothing is impossible. That we can pursue any kind of dream we have, as long as we're not giving up, as long as we keep on trying, and as long as we're doing our best.
Tuhan.....daku rindu Engkau......sangat rindu.... daku ingin berjalan berdua dengan Mu. Bolehkah Tuhan? Bercerita banyak hal. Semuanya. Tentang hidupku. Tentang perjalanan hidupku. Maukah Engkau mendengarkannya? Maukah Engkau duduk sejenak disampingku dan sudi mendengarnya ya Tuhan.....? Daku perlu Engkau, Tuhan... Engkau adalah Penopang Hidupku....
Pelatih Militer adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam mengajar teknik-teknik ilmu kemiliteran dilandasi oleh pengalaman maupun pendidikan di pelatihan instruktur militer.
Darimana datangnya beribu-ribu pasukan jika bukan dari hasil pembentukan tangan seorang Pelatih Militer. Kunci keberhasilan terbentuknya suatu pasukan yang gagah, disiplin dan tangguh adalah berasal dari pahatan tangan seorang Instruktur tempur.
Pelatih di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta (Sumber Michiko Moningkey Foto Koleksi Pribadi)
Kekuatan militer akan berkembang dengan hebat sebab ada instruktur-instruktur tempur yang akan membentuk kader-kader. Hal inilah yang menjadi inti pembinaan ratusan batalyon-bataylon baru.
Dari batalyon-batalyon baru inilah akan bangkit pula instruktur-instruktur yang akan menggembleng ratusan ribu calon prajurit menjadi tamtama-tamtama dan bintara-bintara yang tangguh.
Para instruktur ini akan melaksanakan satu-satunya teknik latihan yang akan menjamin bahwa para anak-buahnya ini akan tahan uji. Segera, sesudah butir-butir peluru panas beterbangan.
Latihan-latihan pembentukan ini dilakukan secara realistis di tengah lingkungan dan suasana medan pertempuran yang sesungguhnya.
Menggembleng dan melatih anak-buahnya di tengah cuaca ekstrim dan bahkan menguji batas kemampuan manusia sampai batas paling akhir. Bahkan melelahkan mereka dalam gerakan-gerakan latihan yang lama dan membutuhkan ketahanan tubuh yang tinggi.
Tujuannya, tidak lain, adalah untuk menghasilkan orang-orang yang sehat badannya. Sangat terlatih di dalam jabatan militer ataupun teknis. Dan yang telah terbiasa akan disiplin serta dapat bekerja sama dalam satu kesatuan tim.
Bahkan memiliki rasa kebanggaan yang sebesar-besarnya akan kewajibannya. Artinya, yang rohani maupun ketrampilannya telah siap untuk perang.
Pelatih di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta (Sumber Michiko Moningkey Foto Koleksi Pribadi)
Singkat kata, cukuplah kesempatan telah diberikan bagi mereka, baik perwira maupun anak buahnya, untuk menunjukkan nilainya sebagai militer profesional. Untuk mengeluarkan hal-hal baik dan berkualitas dari dalam dirinya. Setelah melewati tekanan latihan yang keras dan berat.
Sekarang Pembaca dapat mengerti betapa sangat pentingnya keberadaan seorang Pelatih atau Instruktur Militer dalam pengembangan kekuatan angkatan perang suatu negara.
Sebenarnya instruktur militer tidaklah jauh berbeda dengan pengajar sipil. Apa yang membedakan? Jawabannya akan sangat menentukan perbedaan mendasar.
Setiap orang yang ingin mengajar tentunya memiliki alasan mengapa ia ingin mengajar? Apakah karena merasa ada dorongan yang besar untuk menolong orang lain.
Atau menganggap bahwa ia memiliki pengetahuan khusus atau memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan di lingkungan angkatan bersenjata.
Bagi tenaga pengajar sipil, alasan pertama sepertinya lebih mengena tentang alasan mengapa ia tertarik di dunia mengajar. Namun apabila anda adalah instruktur militer sepertinya keputusan ini sudah sejak awal mungkin dibuatkan oleh pengambil keputusan di level atas.
Pelatih di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta (Sumber Michiko Moningkey Foto Koleksi Pribadi)
Bagaimanapun setiap pengajar menginginkan untuk melakukan pekerjaan yang mulia, walaupun anda tidak tahu harus memulai darimana. Awalnya ada rasa grogi, takut, gelisah dan sedikit kuatir tentang hasil akhir.
Namun tidaklah demikian, sesungguhnya setiap hari di dalam kehidupan. Setiap kita tanpa disadari melewati tahap-tahapan pengajaran. Contohnya, jika seorang teman menanyakan sesuatu, anda akan menjawabnya.
Jika memiliki penjelasan lengkap, anda akan mengatakan kepadanya. Jika dia tidak juga mengerti maka anda akan berusaha memberikan gambaran. Dan tetap mencoba dengan berbagai cara sehingga dia mengerti. Gampang bukan?
Pelatih di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta (Sumber Michiko Moningkey Foto Koleksi Pribadi)
Sungguh, mengajar adalah suatu seni dan membutuhkan beberapa talenta, tetapi hal ini juga adalah suatu profesi dan dapat dipelajari. Beberapa dari kita kadang ragu apakah kita ini adalah seorang guru yang baik.
Kita telah berupaya keras untuk menyampaikan ide-ide. Tetapi di lain pihak, banyak dari kita tidak memiliki karunia mengajar. Kita harus mempelajari metode yang diterapkan untuk menjadi seorang guru yang baik sehingga kita dapat menyelesaikan misi kita.
Sebagian besar bagi kita, mengajar adalah sebuah profesi tetapi tidak jarang juga, mengajar adalah suatu seni bagi orang bertalenta guru.
Bentuk pengajaran di militer tidak jauh berbeda ‘aura’ nya dengan pengajaran di sipil, kecuali satu motif mendasar dibalik kehadiran seorang Instruktur Militer. Hal inilah yang merupakan alasan penting mengapa pengajaran di militer sedikit berbeda.
Dewasa ini, bagi organisasi pendidikan sipil adalah penting untuk menyediakan tenaga pengajar. Demikian pula bagi militer, bahkan berlipat-kali ganda pentingnya untuk menyediakan instruktur militer.
Pelatih di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta (Sumber Michiko Moningkey Foto Koleksi Pribadi)
Sebab di atas pundak mereka-lah terletak seluruh tanggungjawab tugas menjaga kedaulatan suatu negara.
Kecuali jika tidak ada lagi instruktur militer yang berkeinginan untuk menerima tanggungjawab bagi misi ini, dan tidak ingin melaksanakan tugas ini dengan penuh kesadaran sikap.
Maka kita tidak dapat berharap dapat membangun dan mempertahankan sikap hormat dan disiplin yang sehat dari seluruh angkatan perang, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Seorang instruktur militer sangatlah penting dalam pembangunan kekuatan armada perang suatu negara. Untuk itulah seorang instruktur perang dituntut untuk selalu memperbaharui diri dan teknik mengajarnya.
Awalnya mungkin ada sedikit keraguan dalam menjalankan tugas pelatihan. Tetapi seperti biasanya, seorang Instruktur atau pelatih militer telah memiliki pengetahuan teknik yang penting dan memiliki kemampuan untuk memulai karir mengajarnya.
Bagaimanapun, kadangkala apa yang diharapkan saat ini mungkin tidak sama dengan apa yang ada di masa depan.
Seorang pelatih militer kadangkala tidak dapat beristirahat dengan tenang. Mengajar dan melatih adalah salah satu pekerjaan profesi yang sangat mudah untuk masuk ke dalam jebakan rutinitas.
Mereka di tuntut untuk dapat mengambil inisiatif dalam menguji dirinya sendiri dan pengajarannya secara berkala. Senantiasa terus-menerus mengembangkan program yang telah dibuat dengan segala daya upaya. Agar dapat menjelajahi semua pengetahuan tentang materi yang diberikan.
Merencanakan secara seksama setiap pelajaran. Memeriksa semua hal-hal yang kecil yang saling berkaitan dengan materi instruksi, peralatan, pasukan demonstrasi dan pelengkap. Sehingga semuanya itu dapat diinformasikan sepenuhnya secara gamblang. Dan dapat siap pada tempat dan waktu yang tepat.
Setiap hari berlatih dengan seksama. Selalu mempresentasikan pelajarannya dengan sederhana dan mudah dimengerti, jelas, ringkas, masuk akal, dan dengan sikap prilaku yang menarik.
Mengajarkan ilmu atau ajaran yang terbaru. Up to date. Menggunakan ilustrasi pertempuran dan pintar memasukkan kejadian nyata ke dalam materi pelajaran.
Cerdas menggunakan alat bantu pelatihan terbaik. Sanggup membangkitkan atau mendorong siswa berpartisipasi dalam diskusi pelajaran.
Senantiasa menampilkan antusiasme dan membangkitkan rasa ingin tahu dalam setiap pelatihan. Dan terakhir, seorang pelatih militer, dapat menganalisa setiap penampilan dan dapat memperbaiki segala kesalahan, sehingga setiap kinerja yang diraih akan menjadi perbaikan bagi kinerja selanjutnya.
Tanggungjawab seorang Pelatih atau Instruktur adalah menjadi sumber inspirasi bagi calon pelatih lainnya agar dapat menjadi intruktur yang lebih baik.
Dapat mengalihkan nilai-nilai prinsip dari diri sendiri kepada orang lain. Selalu optimis dan penuh antusias dalam menyemangati lainnya. Tetap mempertahankan tekad walaupun hal itu membutuhkan waktu yang panjang yang menguras keringat dan pengorbanan.
Selain itu, Pelatih Tempur memiliki pendekatan yang demokratis dan kooperatif. Selalu memulai kritik dengan diskusi dari gambaran yang baik.
Pelatih di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta (Sumber Michiko Moningkey Foto Koleksi Pribadi)
Gambaran secara garis besar bagi yang lainnya merupakan langkah-langkah yang dibutuhkan saat mengatasi kesulitan. Seorang pelatih memberikan penegasan yang jelas untuk menghilangkan segala keragu-raguan.
Dia selalu mengingat bahwa satu alasan mengapa dia berdiri dihadapan anak-buahnya adalah untuk melatih dan mengajar. Pelatih ada karena memang dia memiliki sesuatu untuk disampaikan bukan karena dia harus menyampaikan sesuatu.
Bahasa tubuhnya, gerak badannya, suaranya, perkataannya, bantuannya, dan metode dalam presentasinya, dalam setiap keadaan dan situasi akan menjadi contoh yang hidup bagi orang lain.
Seperti ada pepatah English yang mengatakan: “He who can, does. He who cannot, teaches”. Seseorang dengan kemampuan yang nyata akan tampil apa adanya dirinya, lebih dari apa yang dia ajarkan dan lebih dari apa yang dilakukan oleh orang lain.
Sekilas tentang kisah Pelatih Militer sekiranya membuka alam berpikir kita untuk menempatkan posisi Pelatih Militer di tempat yang strategis dan layak dalam rencana pengembangan kekuatan tempur negara.
Sebab tak diragukan lagi pada merekalah tergantung tanggungjawab pengabdian menjaga kedaulatan dan kehormatan suatu negara.***
{Penulis: Mayor (Sus) Michiko Moningkey, sekarang menjabat sebagai Kepala Perpustakaan Akademi Angkatan Udara. Seluruh isi materi ini merupakan milik intelektual pribadi. Meniru dan menggandakan hal-hal yang dicantumkan dalam materi ini, diluar maupun tanpa seizin Penulis, merupakan pelanggaran hak intelektual dan dapat diproses sesuai hukum yang berlaku}.
Hebat tidak ada hubungannya dengan kodrat kita dilahirkan sebagai pria maupun perempuan. Tulisan ini hadir dalam Diary Michiko pada Selasa, 26 September 2017 Pukul 10.58 Wib.
Kehebatan tidak ada hubungannya dengan perempuan atau laki-laki. Jadi sebenarnya, yang ada di dalam diri kitalah yang membuat kita berbeda, maka perbedaan itu dibuat ketika kita memilih melihat kembali ke dalam diri kita.
Badan raksasa Herky yang membawa diriku berhasil landing dengan selamat di Lanud Husein Sastranegara. Terimakasih ya Tuhan. Saya ingin belajar ya Tuhan. Melalui segala situasi dan kondisi. Apapun yang terjadi dihadapanku. Melalui apapun yang Tuhan luaskan terjadi didalam kehidupanku. Minggu, 24 September 2017 16.31
Sore ini hujan baru saja mengguyur kota Bandung khususnya Lanud Husein Sastranegara. Air masih mengalir terlihat menyusuri aspal mencari area yang rendah. Saya sempatkan mengambil kenangan didepan pesawat Hercules yang banyak berjasa membawaku ke Bandung.
Wah perasaan membuncah ini kembali kurasakan. Sudah lama sekali daku tidak merasakan nikmatnya duduk di dalam Penjelajah Angkasa "Hercules". Sekarang ini daku sangat..sangat bersyukur betapa besarnya jasa Herky bagiku.
Michiko Moningkey saat sesaat landing di Lanud Husein Bandung
(Lanjut menulis di Lanud Sulaiman, 25 Sep 2017 Pkl 15.37). Tugas mengikuti seleksi atlit petembak TNI AU di Bandung menjadi tantangan tersendiri. Selalu daku ingat tantangan adalah hadiah, kesempatan untuk belajar. Wah..udara Bandung benar2 asyik sekali. Apalagi udara sehabis hujan. Angin sejuk berhembus sedemikian lembutnya.
Sore ini saya duduk di bawah tenda hijau tentara. Bersama rekan-rekan petembak yang lain. Saya penuh ucapan syukur dapat tergabung dalam 'pesta' ini. Bunyi dentuman peluru laksana pop-corn yang lagi di sangrai diatas api. Saya mulai terbiasa menikmati situasi ini.
Minggu kemarin, saya merasakan tekanan yang begitu berat. Ditambah lagi lutut kaki kiri yang sakit menusuk. Walau demikian saya tidak pernah mengeluh. Tidak pernah. Jauhlah hal itu dalam kamus kehidupanku. Hindari keluhan. Keluhan hanyalah bagi jiwa yang lemah. Keluhan hanya akan menggerogoti semangat jiwa.
Sang Penjelajah "Hercules" tubuh yang gempal dan montok tapi gagah
Saya pasti bisa, lebih baik lagi, semakin baik. Tidak ada yang tidak mungkin bagi orang percaya. Tuhan pasti menolong saya. Oh iya saya baru teringat. Kalau tadi sebelum keluar mess, saat istirahat siang ini, saya sempatkan bertelut berdoa. Saya mohon pimpinan dan penyertaan Tuhan Yesus. Sungguh saya membutuhkan Tuhan. Saya mau memegang janji Tuhan.
Bahwa Tuhan menunggu kedatangan saya. Dan penuh kasih membuka tanganNya. Saya memang sangat membutuhkan Tuhan. Dan sekarang saya benar2 terkejut bahwa hasil menembakku sangatlah bagus.
Puji Tuhan.... Saya bersyukur atas pengalaman kemarin. Peristiwa menangis dan menangis sepanjang hari kemarin di Yogya, membawaku pada cara pandang yang berbeda. Saya sungguh bersyukur. Bahwa saya dapat melaluinya. Walaupun saat mengalaminya saya benar2 terpuruk tiada daya.
Saya ingat dan pelajaran ini tidak akan pernah hilang dari kalbu ku. Bahwa apa saja yang daku pinta dan doakan Tuhan akan mengadakannya. Saat daku sungguh-sungguh meminta.
Tuhan bilang: Carilah maka kamu akan mendapat. Ketuklah maka pintu akan dibukakan untukmu. Pintalah maka kepadamu akan diberi. Sekarang daku meminta agar Tuhan menyembuhkan sakit lutut kiriku.
Sehingga daku dapat mengikuti latihan menembak ini dengan baik. Daku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang besar ini. Daku satu2nya Senior Wara yang masih dipercayakan untuk adu ketangkasan dengan adik2 Wara yang usianya mereka terpaut jauh denganku. Ini adalah ajang pembuktian bahwa daku bisa dan pasti bisa.
Jika
mengarahkan pandangan ke arah langit nan biru yang ditaburi payung
berwarna-warni dari para Peterjun, kita akan sedemikian terpesona.
Tidak pernah
terbayangkan bagaimana menantangnya kegiatan ini. Apalagi saat terjun di
wilayah yangmenunggu dengan cabang-cabang pohon yang kekar.Serta tidak tahu
pasti apa yang menanti dibawah sana, dalam keadaan gelap-gulita. Disaat perang
berkecamuk, ancaman kematian sudah menanti.
Ada
kutipan ungkapan dari Shakespeare: “Cowards
die many times before theirs deaths. The valiant never taste death but once”.
Orang-orang penakut merasakan kematian berkali-kali sebelum kematian yang
sebenarnya. Orang yang pemberani tidak pernah merasakannya kecuali hanya sekali
yaitu pada waktu ia mengalami kematian.
Peristiwa
penerjunan pasukan pada tanggal 17 Oktober 1947 di daerah Kalimantan, pulau
harapan yang sangat penting dalam upaya mencapai cita-cita adil dan makmur
Indonesia Merdeka, merupakan bukti perjuangan para pelopor Penerjun Payung.
Secara resmi hari dan tanggal tersebut telah dijadikan hari jadi Komando
Pasukan Gerak Tjepat/ Kopasgat AURI. Cikal-bakal Pasukan Khas Angkatan Udara
(Paskhasau). Pendaratan
yang jauh dari yang diharapkan. Mereka mendarat di tengah hutan belukar dengan
pepohonan yang tingginya hampir 40 meter dan memiliki batang pohon yang
berdiameter 3 meter. Sehingga semuanya tersangkut di rimbunan daun-daunan pohon
“Empas”. Hanya dengan cara menggunakan tali parasut yang disambung-sambungkan
maka pasukan peterjun ini dapat mencapai bagian pangkal pohon, dan kemudian
menjejakkan kakinya ke tanah.
Namun,
masih ada yang jauh lebih parah daripada mendarat di pohon raksasa. Bachri
mendarat tepat masuk di sela-sela rimbunan pohon bambu. Badannya terjepit
diantara tiga batang pohon bagaikan ikan yang masuk perangkap bambu. Tidak
terbayangkan sakitnya, sangat menyiksa.
Anggota-anggota
peterjun ini mendarat disebuah kampung Sambi namanya. Kampung ini letaknya di
tengah-tengah hutan dan hampir tidak memiliki hubungan dengan dunia luar. Kampung
inilah yang terlihat dari pesawat dengan ladangnya yang mempunyai
tonggak-tonggak besar bekas tebangan pohon dan beberapa buah rumah panggung
dicelah-celah hutan yang membentang luas. Penduduknya terdiri dari 12 kepala
keluarga, berdiam di beberapa rumah yang didirikan di atas tiang-tiang setinggi
dua sampai empat meter. Kampung ini termasuk Suku Dayak Arut.
Sore
itu sebanyak 11 orang dari 13 peterjun dapat berkumpul dalam keadaan selamat.
Sangat membanggakan, sebab ini pengalaman pertama dalam melakukan penerjunan.
Keesokan harinya jumlah keseluruhan 13 prajurit lengkap setelah bergabungnya
dua orang terakhir. Kemudian dengan gerak cepat logistik dikumpulkan. Sayangnya
hanya beberapa perlengkapan yang ditemukan sebab semuanya jatuh di hutan rimba
yang belum pernah dimasuki oleh manusia.
Sebelumnya, saat persiapan
penerjunan sampai dengan dilaksanakannya misi ini. Ada beberapa peristiwa
penting yang perlu dicermati. Perang Dunia ke-II menjadikan pulau terbesar ketiga
didunia ini menjadi aset yang sangat penting dalam memenangkan peperangan.
Dengan menguasai pulau yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah
Barat Pulau Sulawesi ini, maka Jepang maupun Sekutu berikhtiar menguasai
seluruh Kepulauan Indonesia. Pulau Borneo, nama yang dipakai oleh kolonial
Inggris dan Belanda, dengan luas 743.330 Km2 menjadi sumber logistik untuk
membiayai perang. Tidak heran Jepang maupun Sekutu berlomba-lomba untuk
menguasai pulau Borneo.Proklamasi
17 Agustus 1945 menjadi tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia, namun berita
menggembirakan ini hanya sayup-sayup sampai di telinga masyarakat Kalimantan.
Hal ini tidaklah mengherankan sebab Jepang telah menyita semua alat komunikasi
seperti radio. Pada tanggal 10 Oktober 1945 diresmikkan berdirinya Pemerintah
Republik Indonesia Daerah dengan ibukotanya Banjarmasin oleh ribuan rakyat
Kalimantan sendiri.
Namun, Sekutu tidak mau mengakui
keberadaan pemerintah Republik Indonesia. Walaupun RI telah memproklamasikan
kemerdekaannya. Bahkan tidak ingin melihat Sang Merah Putih berkibar. Ini
sesuai dengan niat tentara Belanda yang diboncengi NICA untuk menguasai kembali
Indonesia, demikian pula ingin menduduki Kalimantan yang kaya dengan sumber
daya alamnya. Namun, rakyat melakukan perlawanan yang sengit, dikirimlah
ekspedisi-ekspedisi dari Jawa untuk merebut kembali Kalimantan dari cengkraman
penjajah Belanda yang semakin bercokol di pulau ‘Paru-paru Dunia’ ini. Kebanyakan dari ekspedisi ini
mengalami kegagalan karena tidak adanya kesatuan komando, juga disebabkan oleh
adanya blokade laut yang dilakukan Belanda untuk menghambat infiltrasi pejuang
Indonesia yang berasal dari daerah lain masuk ke wilayah Kalimantan. Blokade
ini menghambat komunikasi dengan para pejuang yang berada di Kalimantan.
Adanya surat Gubernur Kalimantan
kepada KSAU, telah menjawab kegagalan infiltrasi selama ini. Demikian Ir.
Pangeran Mohammad Noor yang mendapat dukungan moral dari seluruh masyarakat
suku Dayak, mengirim surat kepada Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia
yakni Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Berniat untuk menerjunkan pasukan
payung di belantara Kalimantan. Isi surat antara lain: “...untuk usaha-usaha merebut Kalimantan menjadi daerah Republik
Indonesia. Disamping usaha lain yang kini dijalankan, dipandang perlu memulai
pasukan payung mengirim pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan ke
Kalimantan....”.
Permintaan Ir. Pangeran Mohammad
Noor dilanjutkan dengan pembicaraan serius dan akhirnya diputuskan untuk
membentuk Staf Khusus untuk pasukan payung Republik Indonesia dibawah Komando
Panglima Angkatan Udara. Berdasarkan perintah harian Panglima Besar Jenderal
Soedirman Nomor:232/PB/47/I, maka Komodor Udara Suryadi Suryadarma segera
melakukan persiapan untuk menerjunkan pasukan payung ke Kotawaringin Kalimantan
Tengah.
Disamping itu diangkat pula Mayor
Tjilik Riwut yang asli Kalimantan sebagai Komando Pasukan dan duduk dalam staf
sekretaris bagian siasat perang KSAU. Mayor yang lahir dan dibesarkan di
Kalimantan ini telah berhasil membentuk kantong-kantong perlawanan di
Kalimantan Selatan. Persiapan di Pangkalan Udara Maguwo,
pelatihan bagi para pemuda yang akan diterjunkan di Kalimantan. Digembleng ada
60 putra Kalimantan, 12 orang dari Sulawesi dan beberapa orang lagi dari Jawa,
Madura dan daerah lain. Dilatih oleh Opsir Udara I Sudjono. Hanya berbekal
peralatan sederhana, serba darurat, dilatih di darat saja (ground training). Parasut yang digunakan untuk latihan terjun
adalah parasut bekas serdadu Jepang. Latihan hanya dalam waktu sepekan, membuat
Tjilik Riwut kuatir.
Dalam pelatihan hanya menerima
teori-teori dan bagaimana cara tepat meloncat dari pesawat saat penerjunan.
Bagaimana melipat parasut dan dilatih pula terjun bebas dari menara. Tanpa rasa
takut para peserta latihan satu per-satu naik ke menara, kemudian menloncat
bergantian menggunakan alat yang terbuat dari kain blacu. Setelah latihan
dilakukan seleksi, yang terpilih semuanya adalah putra daerah kalimantan.
Mereka adalah Iskandar dan Dachlan putra daerah Sampit; J. Bitak dari Kelapa
Baru; C. Willems dari Kuala Kapuas; J. Darius dari Kasungan; Achmad Kosasih
dari Makuhulu; Bachri dari Barabai; Ali Akbar dan Djarni dari Balikpapan; M.
Amiruddin dan Emanuel dari Kahajanhulu; serta Morawi dari Rataupulut. Semuanya
menguasai bahasa daerah Dayak Kahajan dengan mahir disamping keterampilan
lainnya.
Misi penerjunan ini adalah untuk
membawa alat pemancar (Z/O) yang besar dan lengkap dengan motor dan bahan bakar
untuk penggunaan setahun. Selaku pemancar induk sehingga akan berkomunikasi
dengan pemancar induk yang ada di Sumatera dan Jawa juga pemancar-pemancar
kecil di Kalimantan. Diharapkan ini merupakan dinamisator perjuangan di
Kalimantan dikoordinasikan dengan perjuangan di Jawa dan Sumatera. Perjuangan
ini pada dasarnya untuk memperkuat perjuangan dan untuk membentuk jaringan
perjuangan yang terbesar di Kalimantan.
Pada tanggal 16 Oktober 1947, pukul
23.00 WIB awak pesawat Dakota C-47 meninggalkan Hotel Tugu menuju Pangkalan
Udara Maguwo untuk bersiap melaksanakan operasi. Meskipun rasa kantuk masih
bergelayut namun mereka harus cepat tiba di pangkalan udara untuk melakukan
pengecekan terakhir. Pukul 01.30 WIB tanggal 17 Oktober
1947 pesawat udara telah siap, terdengar amanat KSAU Komodor Udara Suryadi
Suryadarma, memberikan petunjuk dan menutup amanatnya dengan sebuah ucapan
“Selamat Jalan dan selamat berjuang!”.
Pesawat C-47 Dakota RI-002
diterbangkan oleh pemiliknya yang berkebangsaan Amerika yakni Robert Earl
Freberg. Bertugas sebagai Co-Pilot Opsir Udara III Makmur Suhodo, penunjuk arah
Mayor Tjilik Riwut, dan Jumping Master Opsir Muda Udara III Amir Hamzah.
Take-off dari Lapangan Terbang Maguwo Yogyakarta tepat pukul 02.30 WIB, lalu
membelok ke utara terus menuju ke “Heading”
31 derajat.
Suasana dalam pesawat hening,
semuanya mengikuti alur pikirannya masing-masing. Pagi pukul 05.30, fajar
menyingsing, pesawat semakin terbang rendah. Pada pukul 07.00 pesawat telah
melayang-layang di atas deretan bukit-bukit, terlihat ladang dan beberapa buah
rumah.
Ketika bel berbunyi tiga kali dan
lampu merah di dekat pintu mulai menyala Jumping Master Amir hamzah berdiri dan
memberi instruksi serta memeriksa peterjun satu demi satu. Kemudian ia berdiri
di depan pintu untuk melihat sejenak ke bawah. Pesawat memutar satu kali untuk
memeriksa keadaan serta arah angin. Setelah posisi cukup baik, isyarat dengan
bel dua kali , isyarat untuk berbaris di depan pintu yang sudah dalam keadaan
terbuka. Bel ketiga kali berbunyi berarti dropping dan jumping di mulai.
Pertama kali keluar adalah logistik, kemudian disusul oleh J. Bitak sebagai
orang pertama terjun dan bertugas mengawal bendera Sang Merah Putih.
Setelah itu bergantian drooping
perlengkapan. Dachlan terkait di pintu sehingga sulit untuk meloncat keluar
badan pesawat. Untung saja, dapat segera diketahui dan ditolong, sehingga dapat
terjun dengan selamat. Djarni mengalami shock berat sehingga tidak jadi terjun.
Wajahnya pucat seputih kapas, tubuhnya gemetar dan keringat dingin mengucur
deras. Dengan pertimbangan yang bijak, Djarni tidak jadi diterjunkan.
Tujuan utama dilaksanakannya operasi
penerjunan pasukan payung di Kotawaringin Kalimantan ini adalah untuk menjalin
hubungan komunikasi radio antara Kalimantan dan Yogyakarta sebagai Ibukota
Negara Indonesia. Di dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Namun, misi pengiriman pasukan
payung ini diketahui oleh pihak penjajah Belanda. Mereka disergap, diserang dan
ditangkap; sehingga misi penyusupan ini gagal. Namun, peristiwa ini membawa
dampak yang sangat besar bagi pihak musuh dan juga bagi para pejuang itu
sendiri.
Penyusupan pasukan payung ini
menjadi bukti yang kuat bahwa perjuangan rakyat Indonesia untuk lepas dari
penjajahan bangsa asing tetaplah nyata. Walaupun merupakan suatu hal yang
mustahil, namun penerjunan ini telah membuka mata dunia Internasional, bahwa
Indonesia ada dan berdaulat, dan Kalimantan adalah bagian yang terintegrasi
dengan Indonesia. Bagi para pejuang, hal ini merupakan dorongan moril untuk
tetap berjuang mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan dan kesediaan mereka
untuk berkorban jiwa dan raga merupakan nilai-nilai kejuangan yang patut
diteladani oleh generasi muda sekarang ini. Para pelopor penerjun payung sama
sekali tidak mempedulikan akan peralatan yang sangat sederhana. Bahaya tidak
dihiraukan oleh mereka, untuk membebaskan Kampung Halaman-nya dari Belanda yang
ingin kembali bercokol.
Dalam serba penuh keterbatasan,
hanya latihan di darat, mereka bertekad untuk terjun dari udara dengan
menggunakan pesawat terbang yang usianya se-uzur keadaan payung yang digunakan.
Caranya pun jauh dari standar keselamatan, sangat sederhana, hanya dengan
meloncat keluar dari kokpit pesawat yang memang sudah terbuka. Bahkan ada yang
harus merayap dulu baru meloncat dan mengembangkan payung. Namun apa yang
terjadi pada tanggal 17 Oktober 1947 ini menjadi sejarah operasi penerjunan
pasukan dari udara untuk pertama kali di Indonesia dan yang paling lengkap,
sebab diikuti dengan dropping
logistik.
Kisah penerjunan 17 Oktober 1947
adalah gambaran nyata kebesaran jiwa Putra Bangsa, dengan sinar kebesaran jiwa
proklamasi yang menyala di dada para pelopor perjuangan bangsa. Old Soldier Never Dies, Les Fade Away....(Capt.Michiko)
KISAH HEROIK PETERJUN DI KALIMANTAN. Disadur dari buku: Sejarah Penerjunan Pasukan Payung di Kalimantan Tanggal 17 Oktober 1947 (Oleh Dispenau @2007).
Bencana nasional
menyentak dunia internasional pada bulan Mei 2012 abad ini, peristiwa jatuhnya
pesawat Sukhoi Superjet 100
mengalihkan perhatian dunia kepada Indonesia. Kecelakaan ini menyatukan seluruh
elemen masyarakat Indonesia dalam kesatuan gerakan kemanusiaan SAR (Search and Rescue) yaitu usaha
untuk mencari dan menolong atau menyelamatkan manusia dan benda berharga yang
hilang atau dikhawatirkan akan hilang dalam penerbangan. Setelah Operasi SAR digelar
oleh Basarnas dalam rangka pencarian, pertolongan, dan penyelamatan personel
dan materiil pesawat Sukhoi, turut pula dalam
pencarian dan evakuasi korban pesawat Sukhoi
Superjet 100 adalah satuan tim SAR Tempur dari Batalyon 467 Korps Pasukan
Khas TNI Angkatan Udara yang saat ini dipimpin oleh Letkol Pasukan R. Harys Soeryo M; lulusan SEPA PK tahun 1995 dan
Seskoal Angkatan 47 tahun 2009. (Sekarang Paskhas berubah nama menjadi Pasgat, seperti namanya yang dulu membanggakan Pasukan Gerak Tjepat).
Seperti yang
tertera didalam Buku Petunjuk Prosedur Tetap TNI AU tentang Mekanisme Kerja
Satuan Paskhas dalam Operasi SAR Tempur tahun 2007. Keberhasilan kegiatan
pencarian, pertolongan, dan penyelamatan sangat ditentukan oleh kemampuan
personil dan sarana prasarana yang menunjangnya. Batalyon 467 Paskhas adalah
satuan tempur yang berada dibawah kendali Operasi Wing I Pasukan Khas TNI
Angkatan Udara sama seperti satuan TNI lainnya, selama ini terus berupaya untuk
meningkatkan kemampuan prajurit agar senantiasa siap melaksanakan tugas-tugas
kemiliteran. Dan salah satu kemampuan prajurit Pasukan Khas (Paskhas) adalah Search And Rescue Combat atau SAR Tempur
dalam kegiatan operasi mencari dan menolong Survivor.
Penyelenggaraan
Operasi SAR Tempur oleh Flight SAR
Tempur Paskhas dilaksanakan oleh Tim
Penolong dan Tim Pengaman yang mempunyai syarat kemampuan dan organisasi tugas
tertentu, walaupun tentu saja, keberhasilan penyelenggaraan SAR Tempur
dipengaruhi pula oleh faktor cuaca, medan di mandala operasi. Seperti kemampuan meteorologi, komunikasi elektronika dan kerja sama pesawat
terbang; kemampuan untuk melindungi, memberikan pengamanan unsur pesawat yang
akan melakukan penjemputan Tim Penolong dalam evakuasi korban (survivor) serta melaksanakan peran
komunikasi elektronika dan KSPT.
Dalam hal ini
diperlukan beberapa kemampuan lainnya antara lain kemampuan taktik dan teknik
menuju lokasi musibah, mengatasi ancaman dan melaksanakan pelolosan serta
kemampuan melaksanakan pertolongan medis dan penyelamatan korban keluar dari
lokasi kejadian untuk dibawa ke daerah yang lebih aman.
Berdasarkan Surat
Telegram Asisten Operasi Kasau Nomor T/ 468/ 2012/ tanggal 9 Mei 2012 tentang pengerahan
personil Paskhas untuk SAR hilangnya pesawat Rusia di Gunung Salak, maka pada Rabu
(9/5) pukul sembilan malam, Tim SAR tempur Batalyon
467 Paskhas yang berjumlah sembilan puluh lima personil bergerak menuju ke
Gunung Salak Bogor, dengan Team Leader Lettu Pasukan Mochamad Adi Firdaus S, yang
sehari-harinya menjabat Komandan Peleton Pan 1 Kipan 2 di Batalyon 467 Paskhas.
Mulanya Tim
SAR menuju ke Pangkalan TNI AU Atang Sendjaya Bogor; baru pada Pukul 10.00
melaksanakan briefing di Lanud ATS
Bogor.
Dengan
berbekal perlengkapan SCRU, Tali Karmantel 50m, GPS, Senter
Lapangan, Panel, Bad Parking, Sarung
Tangan, Pule Single, Protector, Penggaris, Kompas, Wibing (ini untuk Jump Master). Dan ½ Body
Harnest, Senter Besar, Teropong Siang (khusus untuk Full Body Harnest); pas tenga malam menuju ke desa Cidahu dimana
adanya Posko I SAR. Dilanjutkan briefing jam
3 dini hari dengan Basarnas, bersama-sama Wanadri (Club Pecinta Alam). Kelompok inilah yang bahu-membahu berusaha
menemukan lokasi jatuhnya pesawat. Dari kesaksian Komandan Tim SAR Paskhas Lettu Pasukan Mochamad
Adi Firdaus Sdiketahui,
ada beberapa jalan menuju lokasi kecelakaan. Dengan tekad dan niat tulus untuk
menolong, Tim SAR Paskhas melangkah memulai pencarian dengan membuka jalan
melalui jalan kiri Posko Cidahu, tindakan ini dilakukan walaupun hanya sedikit
informasi yang diperoleh tentang kondisi dan situasi medan pencarian di Gunung
Salak. Ternyata medan terlalu curam dengan tingkat kemiringan hingga sembilan
puluh derajat. Sehingga diputuskan untuk mengambil rute lain yakni melalui
daerah Cimelati. Kondisi medan ternyata sama persis seperti dengan yang dilalui
dari Posko Cidahu, tebing-tebing gunung yang curam sehingga sungguh tidaklah
mungkin untuk bertindak sendirian tetapi haruslah dibantu oleh Tim SAR lainnya,
dengan melakukan turun tebing.
Hari
berikutnya, Kamis pagi (10/5) diawali dengan briefing, Komandan Tim memimpin rapat,bersama-sama membuat rencana gerak untuk melakukan
evakuasi nantinya, merencanakan taktis pertolongan di darat, serta rencana
penetrasi udara. Pada saat ini, Komandan Tim Lettu Pasukan Mochamad Adi Firdaus S mengecek kelengkapan personel
dan materiil lain yang akan digunakan dalam operasi SAR serta mengadakan
koordinasi dengan satuan/ unsur SAR lain yang terkait. Setelah semuanya ini
dilakukan, tim
menuju lokasi pencarian korban, selang tidak beberapa lama, pada Pukul 10.00,
terdengar kabar Tim SAR Udara telah menemukan serpihan-serpihan jatuhnya pesawat.
Langsung juga pada saat itu, Pukul 14.00 tim kembali ke Posko Cidahu untuk
mengikuti informasi terakhir. Sehingga pada pukul 16.00 seluruh personil SAR
bergerak menuju posko induk yang baru dibentuk di desa Cipelang. Hari itu
diakhiri dengan rapat untuk menyusun kekuatan, serta merencanakan kegiatan untuk
esok harinya.
Dengan bantuan penelusuran dari
unsur SAR Udara yakni dengan adanya foto udara (baca Berita Pers: Komandan
Lanud Halim: pimpin langsung pengambilan gambar tempat jatuh pesawat Sukhoi
dari udara (10/5) merupakan alasan kuat mengapa Tim SAR Tempur Batalyon 467/
Korpaskhas merupakan tim yang pertamakali mampu meluncur ke lokasi kejadian
kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100.
Hal ini terbukti dengan pemberitaan Kompas, Sabtu (12/5) halaman 15 kolom 3.
Hingga Jumat pagi, helikopter NAS-332 Super Puma dari Skadron Udara 6 Lanud
Atang Sendjaya batal menurunkan satu regu Paskhas. Pukul 10.35, tim SAR Paskhas yang terdepan melaporkan telah berada di
tubir jurang sejarak 150 meter dari lokasi puing.
Hal ini dimungkinkan sebab dengan
foto udara, diketahui secara pasti titik koordinatnya, tim aju ini diikuti oleh
Wanadri, turut pula dalam rombongan, crewTrans7 dan wartawan Radio, mulai bergerak
pada Kamis pagi (10/5) pukul lima pagi hari, menuju lokasi kecelakaan melalui
desa Cijeruk dengan menggunakan GPS berpatokan pada peta menuju sasaran, saat
itu pula tim aju Batalyon 467 Paskhas sudah masuk kedudukan. Walaupun, kenyataannya kendala dilapangan sangat ekstrim,
tertutup dengan cuaca yang selalu berubah-ubah. Sayang, mereka terhalang kabut
tebal. Hal ini menyulitkan tim SAR untuk jarak pandangnya. Ketika kabut tersingkap,
setapak demi setapak Tim SAR mendekati lokasi jatuhnya pesawat. Sehingga cara
satu-satunya yang ditempuh adalah dengan memaksimalkan fasilitas yang ada
dengan senantiasa berkoordinasi dengan satuan atas. Selalu berkoordinasi dengan
posko tentang keadaan medan dan cuaca serta berupaya untuk membuka jalan baru demi
memudahkan evakuasi dari lokasi kecelakaan.
Tim
yang telah diperlengkapi dengan berbagai kemampuan ini salahsatunya kemampuan melakukan penetrasi untuk mengatasi berbagai
rintangan medan; kemampuan memberikan pertolongan medis terhadap korban pada
kecelakaan, juga kemampuan melakukan ”SERE”
(Survival, Evasion, Resistance, Escape) serta kemampuan menentukan titik pendaratan pesawat terbang di daerah pelolosan
untuk melaksanakan evakuasi korban. Telah berhasil merangsek maju membuka jalur yang belum pernah dilalui oleh
pendaki gunung sekalipun.Saat pendakian dilakukan, pada saat
itu pula Tim Sar Batalyon 467 telah membawa alat pemotong kayu seperti senso metal untuk membuka jalan dengan
memotong ranting-ranting kayu pohon. Dan tim inilah yang lebih dahulu menemukan
mayat-mayat bergelimpangan dengan reruntuhan badan pesawat yang berserakan. Kerja
keras dan upaya yang dikerahkan berbuahkan hasil dengan ditemukannya sepuluh
mayat di lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi
Jet 100. Dan pada pukul tiga sore harinya, tim mencapai salah satu puncak
Gunung Salak. Berita ditemukannya tempat kecelakaan merupakan berita yang
paling dinanti-nantikan oleh seluruh rakyat Indonesia, yang sejak awal
mengikuti perkembangan kejadian bencana nasional ini.
Sebenarnya, menurut
Komandan Tim Lettu Pasukan Mochamad Adi Firdaus S, ada
beberapa alternatif jalur pencarian, yang dimulai dari tiga tempat sebagai
tempat start yaitu pertama, bertitik-tolak
dari desa Cidahu. Didesa ini sudah ada jalur pendakian. Hal ini tidaklah
mengherankan sebab kawasan ini menjadi
bagian dari rimba perawan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan
banyak para pendaki ataupun pencinta alam menapaki jalur ini. Jalur kedua, melalui
desa Cimelati, jalannya masih sangat alamiah, sehingga harus dibuatkan jalur
yang baru. Dan yang ketiga, start
dari Cipelang yang dapat dilalui
walaupun dengan tingkat kesulitan tersendiri.
Serpihan-serpihan
badan pesawat bercampur-baur dengan bagian-bagian tubuh korban yang tidak
berbentuk jasad lagi berserakan, aroma pembusukan menyengat hidung menyambut
kedatangan Tim SAR Paskhas dan Wanadri serta media pers. Potongan-potongan
jasad dikumpulkan dalam kantong dengan menggunakan sarung tangan. Dan semua
barang-barang yang dapat dijadikan identifikasi jasad dikumpulkan dan langsung
diserahkan kepada Penanggungjawab (personil yang paling tertua) di Posko. Selanjutnya,
pihak rekan-rekan yang di Posko-lah yang akan memilah-milah antara badan-badan
penumpang yang sulit dikenali dengan barang-barang penumpang berupa kartu
identitas ataupun kartu yang lainnya.
Sementara itu, pesawat
helikopter SAR dari Skadron Udara 8 Pangkalan TNI AU Atang Sendjaya telah
berupaya untuk mendekati lokasi kecelakaan, penetrasi melalui udara dilakukan dalam rangka mendapatkan ruang gerak yang leluasa bagi Tim Penolong
untuk persiapan pelaksanaan evakuasi. Namun cuaca yang
berubah-ubah dan tidak dapat diprediksikan, saat pagi hari, kabut naik dari bawah,
naik dan selalu menutupi bagian atas gunung Salak, cuacanya sangat tidak
mendukung untuk dapat dilakukan pendaratan, maka dilakukan penerjunan dengan cara HAHO/ HALO, dengan ketentuan ketinggian pesawat 8000 feet AGL ataupun peluncuran menggunakan tali (rapelling dan fast rope)
ataupun alternatif lainnya yaitu dengan penggunaan hoist.Ataupun alternatif lain yang sama berbahayanya adalah melakukan penetrasi
dengan Air Landed. Penetrasi dengan air landed dilakukan untuk mendaratkan pasukan pada dasar/ daratan
yang dapat didarati pesawat helikopter, pelaksanaannya pesawat
mendarat pada daratan yang keras atau area yang dapat didarati. Tim evakuasi
atau SAR Udara sangat menolong pekerjaan evakuasi yang dilakukan oleh tim SAR darat,
apalagi dengan bantuan hoist. Cara
ini digunakan untuk menjangkau tim SAR darat yang berada di lereng gunung yang
curam, terutama menyuplai dukungan logistik demi memelihara dan menjaga moril
seluruh personil yang telah berada di tebing gunung.
Jumat (11/5) dimulai
pagi hari pukul 05.00, lima personil dari masing-masing satuan melaksanakan
pencarian, dibantu sepuluh personil yang melakukan evakuasi. Hal ini sangat
menguras tenaga sebab kondisi korban yang sudah berhari-hari tergeletak didasar
jurang dan membengkak. Berat mayat menambah tingkat kesulitan tim dalam
melakukan evakuasi, apalagi diambil dari dasar jurang. Menilik dan mempelajari
kondisi dan situasi yang terjadi, maka diputuskan untuk membuat area pendaratan
pesawat Helikopter. Keputusan ini tepat sekali sebab menolong meringankan
pekerjaan evakuasi, dibandingkan dengan mengangkut jasad melalui rute darat
dengan medan yang menyangsikan.
Kesibukan pembuatan
Helypad inilah yang paling mencolok, setelah penemuan lokasi kecelakaan.
Komandan Tim memikirkan bagaimana caranya mencari tempat pendaratan yang aman
bagi pesawat heli untuk memudahkan tim SAR udara mengevakuasi. Pembuatan
helipad ini sangat membutuhkan kejelian mata oleh tim didalam memilih lokasi
pendaratan, sebab sebagian besar area berada dalam keadaan yang terjal dan
curam.
Sekaligus berupaya sekuat
tenaga menyiapkan landasan pesawat dengan menebang pohon-pohon ditempat yang
datar bagi evakuasi melalui jalur udara. Tenaga prima juga dibutuhkan dan
dengan bantuan Tim SAR lainnya, dimulailah kegiatan pembukaan hutan dengan memotong
pohon-pohon untuk keamanan pendaratan Helikopter dari Skadron Udara 8 Pangkalan
TNI AU Atang Sandjaya Bogor. Helypad
adalah lokasi pendaratan yang aman dan dapat didarati oleh alat utama sistem
persenjataan ini. Lokasi pendaratan haruslah dekat dengan lokasi terjadinya
kecelakaan.
Kelebihan lainnya dari
Tim SAR Batalyon 467 Paskhas ini adalah dilengkapinya tim dengan keahlian
khusus seperti Parking Master. Para Penerbang
pesawat Helikopter sangat bergantung kepada kehandalan tim ini didalam memandu
maupun menuntun mereka menempatkan badan pesawatnya tepat di garis Helypad. Sebagai ketua tim aju, Lettu Pasukan Mochamad Adi Firdaus Stelah membagi tugas
setiap anggota tim SAR Paskhas. Setiap harinya ada Parking Master yang dengan jeli memberi kode pendaratan ataupun
untuk rafling bagi pasukan yang
lainnya. Sebagai ground-crew, tugas
ini sangatlah penting bagi keselamatan semua anggota SAR di udara maupun yang
berada di darat. Dukungan peralatan dari Lanud Atang Sendjaya seperti tambahan
alat pemotong kayu/ senso, tool-kid
lainnya, sangatlah membantu membangun Helypad
di puncak Gunung Salak 1. Apalagi dukungan logistik bagi personil di gunung,
sangatlah menentukan keberhasilan evakuasi. Seandainya pesawat heli tidak
dilibatkan, maka mungkin saja personil akan terpaksa puasa dua hari. Padahal
dinginnya iklim di ketinggian Gunung Salak merupakan satu tantangan yang sangat
menguji keteguhan hati para Tim SAR darat yang berusaha menaklukkan puncak
Gunung Salak. “Sebenarnya ada sumber mata air di Pos tiga desa Cimelati, namun
jarak tempuh dan medannya terlalu beresiko bagi personil untuk kembali ke desa dan
mengambil logistik”, kata Lettu Pasukan Adi Firman menjelaskan.
Kemudian, setiap harinya ada lima
orang pertama yang berangkat sejak jam enam pagi sebagai tim pencari korban.
Ini dilakukan sampai dengan sore harinya. Kemudian kembali diluncurkan sepuluh
personil pada pukul tujuh sampai dengan dua belas tengah hari sebagai tim evakuasi.
Bergantian dengan tim selanjutnya yang meneruskan tugas evakuasi dari jam 12
sampai dengan 16 setiap harinya. Hal ini patut dilakukan sebab mengingat
beratnya medan serta beratnya korban yang telah berhari-hari terabaikan. Belum
lagi mengingat bau tajam yang menusuk hidung. Dibutuhkan mental dan jiwa besar
didalam melakukan kerja kemanusiaan ini. Sehingga pada Minggu (13/5) tim
melakukan pergantian tenaga evakuasi dengan personil yang baru di lokasi
kecelakaan, dan kemudian hari itu ditutup dengan evaluasi oleh pemimpin tim.
Demikian selanjutnya, sampai dengan selesainya kegiatan evakuasi.
Dengan tidak
mengingat diri sendiri, seluruh tim mengumpulkan satu persatu serpihan serpihan
pesawat dan anggota-anggota badan korban. Cuaca yang dingin, medan yang terjal,
bau yang menyengat menuntut kesigapan yang tinggi dari personil TNI. Untung
saja, hal ini didukung dengan adanya suply
logistic melalui udara. Melalui darat tidak dapat diharapkan sebab jalur
yang sangat curam. Jika tim SAR lainnya dibagi dalam dua kelompok yang secara
bergantian naik-turun ke puncak Gunung Salak, namun Tim SAR Paskhas tetap stand-by di puncak gunung sebab adanya Parking Master yang mampu menuntun Tim
SAR Udara didalam menyuplai makanan serta dalam melaksanakan evakuasi melalui udara.
Menurut Lettu Pasukan Mochamad Adi Firdaus S, pengalaman SAR ini
tidak akan dilupakannya, saat ketika menemukan korban pertama dengan semampunya
berbuat maksimal walau hanya dengan perlengkapan seadanya. Uniknya lagi, jasad korban
atas nama Pamela Rompas ditemukan pas bertepatan dengan hari ulang tahunnya 16
Mei. Hal ini tertera pada kartu identitasnya yang ditemukan tidak jauh dari
jasadnya. Tim SAR telah berhari-hari merangsek naik kearah tebing Gunung Salak mulai
dari tanggal 9 Mei sampai dengan tanggal 16 Mei. Dan pada tanggal inilah korban
ditemukan disaat seharusnya ia merayakan HUT-nya. Pengalaman yang paling
berkesan lainnya ketika tidur berdampingan dengan kantong-kantong mayat di
puncak gunung sebab cuaca tidak memungkinkan untuk dilakukan evakuasi pada sore
harinya. Kabut perlahan naik ke arah puncak gunung sehingga harus menunggu pada
keesokan harinya. “Kedengarannya janggal malam itu tidur bersama mayat korban, tetapi
ini benar-benar terjadi, namun kami tidak lagi memikirkan yang lainnya, sebab
badan semuanya penat tak terhingga”, ungkap perwira kelahiran Malang tahun 1986
yang lalu.
“Kami selesaikan
tugas sampai tuntas dengan stand-by
senantiasa di Posko Cipelang. Total keseluruhan tim SAR berjumlah sembilan
puluh lima personil yang merupakan gabungan SAR Udara maupun SAR Darat”, ujar
Perwira yang masih lajang ini. “Halangan yang paling berat adalah cuaca yang
berubah-ubah dengan suhu kelembaban yang tinggi, disertai hujan berkepanjangan.
Ini merupakan tantangan berat yang harus mampu dihadapi oleh anggota tim SAR,
selain tentunya medan yang sangat asli dan alamiah. Kabut yang selalu mengikuti
dan menutupi wilayah pencarian di Gunung Salak menjadikan pengalaman ini sangat
berharga. Bahwa kita harusnya menghargai hidup yang telah dianugerahkan Tuhan
bagi kita”, kata Adi dengan berfilsafat.
Dengan adanya pengalaman
dalam Save and Rescue korban pesawat Sukhoi Superjet100 ini menjadi wacana pemikiran
selanjutnya agar dapat menyiapkan Helly-Pad
sebagai salah satu alternatif mengantisipasi kemungkinan terjadinya Emergency di wilayah Gunung Salak yang
terkenal dengan lereng-lerengnya yang terjal dan curam.
Dedikasi dan kerja
keras Tim SAR Batalyon 467 Paskhas bersama tim SAR lainnya menuai pujian dan
empati dari rakyat dan pemerintah Indonesia. Dalam hal ini Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat HR Agung
Laksono dan Kepala Badan SAR Nasional Marsekal
Madya TNI Daryatmo memberikan sebentuk penghargaan kepada tim SAR Batalyon
467 Paskhas pada saat upacara penyerahan jenasah dari Menteri Perhubungan
kepada keluarga korban. Atas dedikasi dan kerja keras yang telah diberikan
dalam pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban-korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet100 di Gunung Salak,
Bogor, Jawa Barat pada tanggal 9 Mei 2012.
Lettu Pasukan
Mochamad Adi Firdaus S, Komandan Tim SAR, mengatakan (Dikutip dari
pemberitaan Kompas, Sabtu (12/5) halaman 15 kolom 4): “Bagi TNI dalam operasi
SAR tidak ada kata kembali. Sekali berangkat, tim harus menemukan lokasi
biarpun bermalam di hutan dengan logistik dan air yang mungkin minim. Namun
untuk kondisi itulah kami telah dilatih. Kami siap berkorban bagi bangsa Indonesia”. Bravo Batalyon 467 Paskhas, Jinggamu Perisai Dirgantara.***