Tampilkan postingan dengan label Rindam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rindam. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Juni 2016

Daftar TNI TIDAK Pungutan Liar (Kisah Nyata)(Artikel 1)

Banyak pertanyaan, pasti memenuhi benak setiap orang yang ingin mendaftar menjadi tentara? Seperti apakah? Harus bagaimanakah? Apa yang harus dilakukan? Apa saja yang perlu dipersiapkan? 

Menyeberangi sungai dengan tali tiga, saat pendidikan militer di Pusdikkowad Lembang Bandung

Padahal sesungguhnya, mendaftar tentara tidaklah sesulit seperti yang dibayangkan banyak orang. Kadangkala memang, rumor beredar. Sehingga menyurutkan langkah beberapa orang untuk maju berkarir di Tentara Nasional Indonesia.
Seperti pertanyaan ini, yang disampaikan dalam blog oleh seorang calon dokter, yang bercita-cita untuk menjadi seorang dokter di lingkungan TNI. “Apa yang harus saya lakukan? Karena informasi untuk masuk menjadi TNI dengan latar-belakang mahasiswa kedokteran sangatlah minim.”
“Apalagi saya banyak mendengarkan desas-desus bahwa kalau ingin menjadi perwira TNI itu, haruslah mempunyai kerabat orang besar di TNI itu sendiri”. Demikianlah pertanyaan-pertanyaaan yang pada umumnya terdengar.
Memang perlu diakui, tanpa pengetahuan yang cukup, seringkali banyak orang disesatkan oleh informasi-informasi yang salah dan menyimpang. Sebab itu, perlu diwaspadai, kemungkinan terjebak pungutan liar.
Padahal, seperti yang senantiasa didengung-dengungkan. Bahwa pendaftaran prajurit dan selama pendidikan tidak dipungut biaya apapun.
Kali ini penulis ingin berbagi pengalaman, bagaimana masuk mendaftar menjadi anggota TNI. Melalui program seleksi penerimaan perwira prajurit karir. Walaupun, setiap orang pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan tidak dapat disamaratakan.
Orangtua yang merupakan pensiunan TNI AD, menjadi inspirasi untuk berkarir di dunia militer. Pada awalnya, informasi tentang penerimaan untuk menjadi anggota TNI, tidak satupun yang sempat diketahui.
Sebab berdomisili di kabupaten Minahasa yang berjarak satu jam perjalanan darat dari kota Manado.
Hingga suatu saat, perkenalan dengan seorang mahasiswa jurusan olahraga di IKIP Manado (sekarang dikonversi menjadi Universitas Negeri Manado), telah membuka wawasan tentang akses masuk militer.
Sebab dengan menemani Franky Sigar ke Ajenrem 131/ Santiago Manado telah memberikanku karunia pengetahuan. Tentang adanya penerimaan tentara dari lulusan perguruan tinggi. Bersyukur, pernah mengenalnya.
Pamflet pada papan pengumuman di Ajenrem telah memberitahukan adanya peluang, untuk mendaftar TNI melalui jalur lulusan profesi sarjana.
Persyaratan calon yang tertera memiliki ketentuan-ketentuan, sebagai berikut. Haruslah Warga Negara Indonesia.  Pria ataupun wanita, tetapi bukan prajurit TNI dan bukan anggota Polri atau bukan PNS.
Seorang yang bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berkelakuan baik serta tidak kehilangan hak menjadi prajurit TNI yang dinyatakan dengan surat keterangan dari Polres setempat. Artinya tidak pernah terlibat tindakan kriminal apapun.
Berstatus belum menikah dan sanggup tidak nikah selama pendidikan pertama. Kecuali untuk dokter umum purna pegawai tidak tetap.
Berbadan sehat jasmani maupun rohani. Tinggi badan tidak kurang dari 163 cm untuk pria dan 157 cm untuk wanita. Dengan berat badan seimbang menurut ketentuan yang berlaku.
Melaksanakan Ikatan Dinas Pertama (IDP) selama 10 tahun dihitung sejak dilantik menjadi Perwira TNI.
Mendapatkan persetujuan dari Instansi yang bersangkutan (lolos butuh) bagi mereka yang sudah bekerja. Dan pernyataan pemberhentian dengan hormat bila lulus dan terpilih masuk Pendidikan Pertama (Dikma) TNI.
Saat itu tahun 1998, penulis sedang bekerja magang di UPT (Unit Pelaksana teknis) Perpustakaan Universitas Sam Ratulangi Manado. Setelah menyelesaikan pendidikan Diploma II Ilmu Perpustakaan. Bekerja sambil kuliah.
Sesungguhnya setelah lulus SMA, ada tawaran untuk mendapatkan beasiswa ‘Tumou Tou’ dari universitas, tetapi tidak diambil. Sebab jurusan perpustakaan yang diinginkan, tidak termasuk dalam daftar penerimaan beasiswa.
Kemudian, bermodalkan nekat untuk menjadi tentara, datang sendiri ke tempat pendaftaran. Dengan membawa dokumen asli dan menyerahkan foto copi masing-masing satu lembar yang telah dilegalisir.
Antara lain, ijazah dan SKHU, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. KTP calon dan KTP orang tua juga Kartu Keluarga orang tua.
Akta Kelahiran atau Surat Kenal Lahir. Dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari Polres setempat.
Surat rekomendasi dari Dekan Fakultas dilampiri transkip nilai studi berikut Indeks Prestasi Kumulatif. Tidak lupa juga, Pasfoto hitam putih 4×6 cm dua lembar.
Datang sendiri pada saat pembukaan pendaftaran TNI di Ajenrem 131/ Santiago Manado.
Namun saat itu ditolak, sebab tidak ada penerimaan untuk lulusan diploma II. Hal ini hanya diperuntukkan bagi lulusan Diploma III dan Sarjana S1 dari berbagai perguruan tinggi.
Seperti yang tertera pada pengumuman, calon haruslah berijazah profesi atau sarjana atau diploma. Kecuali sarjana kedokteran, farmasi dan psikologi harus sudah lulus profesi (bukan S1).
Usia pada saat pendidikan, tidak lebih dari 32 tahun bagi yang berijazah S-1 atau S-2 Profesi Dokter, Apoteker dan Psikologi, pada saat pendidikan pertama.
Tidak lebih dari 26 tahun bagi yang berijazah  D III. 30 tahun bagi yang berijazah S1. 32 tahun untuk yang berijazah S1 profesi pada saat pembukaan pendidikan pertama. 
Sedangkan persyaratan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) terakhir, untuk jurusan/ program studi yang berakreditasi “A” minimal 2.80, untuk Sarjana S1 (umum) maupun S1 profesi. Serta 2,70 untuk program Diploma (D3)
IPK bagi yang lulus Perguruan Tinggi binaan Kemhan atau TNI/ Angkatan dengan jurusan atau program studi yang berakreditasi “B” minimal 3.00.
Para calon yang berasal dari perguruan tinggi swasta harus sudah lulus ujian negara, dengan melampirkan tanda lulus atau ijazah yang diketahui oleh Kopertis.
Sebab memang pada kenyataannya, perwira TNI bersumber dari lulusan Akademi Militer (Akmil), Perwira Prajurit Karir (PA PK) serta Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa).


Berjalan bersama Ayah saat selesai upacara pelantikan perwira 22 Juni 2002 di Akmil Magelang

Hari itu bertepatan dengan adanya penerimaan Bintara Prajurit Karir, sumber dari lulusan SMA. Sempat tercetus keinginan untuk mendaftar Bintara.
Namun, petugas pendaftaran dengan tegas menolak. Dan menasehati agar kembali setelah menyelesaikan sarjana. Untuk kemudian mengikuti tes seleksi masuk Perwira PK.
Sempat merasa terpuruk setelah ditolak, namun dapat tegar kembali. Setelah masuk kerja dan menjalani rutinitas sehari-hari di perpustakaan kampus.
Situasi dan kondisi pekerjaan yang penuh persaingan dan menunggu untuk pengangkatan pegawai negeri sipil, seolah-olah bagai punguk merindukan bulan.
Namun dalam benak, tetap ada keinginan untuk menjadi seorang militer. Serta bersedia ditempatkan dimana saja diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Pertimbangan inilah yang mendorong niatku untuk melanjutkan pendidikan. Alih jenjang ke kota Daeng yakni Makassar Sulawesi Selatan.
Mengapa Sulsel menjadi pilihan utama? Sebab, program bidang studi perpustakaan sangatlah langka. Universitas yang terdekat dan yang menyelenggarakan pendidikan ilmu perpustakaan, hanyalah Universitas Hasanuddin Makassar.
Saran dan bahan pemikiran dari semua sanak keluarga menjadi pertimbangan. Sebagian besar kakak lelaki tidak mengizinkan. Namun beruntung, Ibu berpihak dan mengizinkan untuk berangkat ke kota Makassar.


Angkat balok pada Latihan Dasar Menwa Angkatan 27 tahun 1999 di Depo Pendidikan Bela Negara Rindam Wrb Pakatto Sulsel
Hal ini menjadi perdebatan yang cukup lama, sebab situasi dan kondisi tahun 1998 sangatlah merisaukan banyak pihak. Terjadi krisis moneter dalam sejarah Indonesia. Adanya krisis finansial Asia, yang berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Hal ini memicu rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Soeharto saat itu.

Menwa latihan menembak di Rindam VII Wirabuana


Sehingga terjadi demonstrasi besar-besaran, yang dimotori oleh mahasiswa. Gerakan mahasiswa ini meluas ke seluruh Indonesia, termasuk Makassar. Walaupun demikian, berdua dengan Ibu, kami melintasi pulau Sulawesi menggunakan jasa angkutan bis antar propinsi. Dari terminal bis Malalayang propinsi Sulawesi Utara, kami menuju ke Sulawesi Selatan. Walaupun, tidak diketahui apa yang akan ditemui selama perjalanan. Namun berbekal tekad dan iman, pilihan perjalanan ini tetap ditempuh.


Pose wisuda S1 Sarjana Perpustakaan Universitas Hasanuddin


Hal ini dilakukan, sebab sebelumnya telah berusaha untuk lewat jalur laut dengan kapal laut. Tetapi, setibanya kami di pelabuhan Bitung, kapal telah mulai meninggalkan pelabuhan.
Dan nyanyian yang ditulis oleh Larry Russel “Vaya con Dios” terdengar sayup-sayup di kejauhan.


Belajar materi Bela Negara di kelas Latihan Dasar Menwa Angkatan XXVII tahun 1999 di Depo Pendidikan Bela Negara Rindam VII Pakatto Sulsel

Cukup menggelikan namun sungguh nyata. Beruntung kami tidak berlayar bersama kapal ini yang ternyata sedang menuju Papua.
Kabar tentang kapal ini, diterima setibanya kami di Makassar. Padahal, seingatku, saat itu, sempat ada tangis membuyar sebab ketinggalan kapal.
Sehingga kembali orangtua bertanya untuk memastikan keinginanku. Apakah akan bersungguh-sungguh untuk kuliah?
Dan jawabanku adalah iya. Bertekad sungguh untuk melanjutkan pendidikan ke Unhas Makassar, yang walaupun jauh di propinsi Sulsel. Sehingga diputuskan untuk menempuh jalan darat atau trans Sulawesi.
Seperti yang telah diceritakan, masa tahun 1998 sampai 1999 terjadi demonstrasi dimana-mana. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat untuk berangkat ke kota Makassar.


Persiapan long-march dimulai dari desa Kappang, tiba di puncak gunung pada Stasiun Transmisi Gelombang Mikro Digital Makaroewa


Perjalanan darat menelusuri jalan antar propinsi di pulau Sulawesi, memiliki cerita tersendiri. Sulawesi merupakan pulau terbesar ke-11 di dunia, dengan luas wilayah sebesar 174.600 km2.
Pemandangan indah terpampang di kanan-kiri bis, namun di beberapa wilayah ada jurang dan ngarai yang menganga disisi kanan ataupun kiri jalan.


Persiapan long-march dimulai dari desa Kappang, tiba di puncak gunung pada Stasiun Transmisi Gelombang Mikro Digital Makaroewa


Sebab, sebagian besar daratan di provinsi ini bergunung-gunung, 42.80% berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut.
Area ini dilewati saat malam hari sehingga tidak ada satu pun penumpang yang menyadari tingkat bahaya perjalanan.
Selain itu, saat melalui propinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di daerah Poso. Ada berita yang beredar, bahwa penumpang Non-Muslim akan di-sweeping KTP.


Di hutan Maros Sulawesi Selatan

Semenjak Indonesia dilanda krisis moneter, pada saat itu Indonesia sangat rentan dengan perpecahan. Terjadi berbagai konflik di daerah, salah satunya konflik yang terjadi di Poso.
Konflik ini disinyalir oleh berbagai kalangan adalah konflik bernuansa SARA. Peristiwa pertama terjadi akhir 1998, namun kerusuhan ini dengan cepat dapat diatasi oleh pihak keamanan setempat.

Akhirnya tibalah kami di kota Makassar. Kota terbesar ke lima di Indonesia. Kali kedua menginjakkan kaki di kota yang terletak di pesisir barat daya pulau Sulawesi ini, banyak hal yang masih asing. Kesibukan usaha catering-nya, menambah pengetahuan-ku tentang dunia wiraswasta. Pada setiap hari kerja, membantu kelancaran usaha Catering KembarWalaupun dulu semasa kecil, pernah mengenyam pendidikan di TK Hang-Tuah Makassar. Beruntung, memiliki Kakak Sepupu yang tinggal menetap di Makassar.


Perwakilan pembaretan di bukit kapur wilayah Pakatto Sungguminasa Sulsel.

Sebelum berangkat kuliah, ada 350 rantang makanan, lengkap dengan tempat cabe-nya, yang perlu dicuci setiap sorenya. Sampai-sampai jari-jemari terasa berdenyut panas tak karuan, saat memegang pena di perkuliahan.
Selain itu, ada tugas tambahan lainnya. Menjadi guru pengajar, serta kadang-kadang pula menjadi baby-sitter bagi keponakan, kedua anak kembar. Saat pengasuh mereka izin ke kampung halaman.


Di lapangan tembak UKM Perbakin Unhas

Jika pemesanan catering datang, banyak kali tidak tidur sepanjang malam. Dan bersama-sama saudara sepupu lainnya, ramai-ramai menyelesaikan masakan.
Selain itu, jarak kampus Bara-Baraya tidaklah begitu jauh dari rumah Tamalanrea. Ini menurut anggapanku, yang memicu untuk menggunakan sepeda kayuh ke kampus.
Hal ini sangat menguntungkan dari segi ekonomi dan simpatik serta kesehatan. Seorang Dosen Pengajar pernah melihatku bersepeda, dibelakang angkutan umum yang ditumpanginya.
Pemandangan ini menjadikanku cukup memperoleh simpati dari rekan mahasiswa maupun dosen pengajar. Dan hal ini semakin memuluskan jalanku untuk menyelesaikan skripsi.


Perwakilan WAN TNI pada saat penutupan pendidikan SEMAPA PK 2001-2002 di lapangan Sapta Marga Akademi Militer Magelang.



Walaupun, situasi ekonomi tidaklah menentu waktu itu, namun beruntung, kegiatan perkuliahan tidaklah dihentikan oleh pihak rektorat kampus.
Sambil menyelam, minum air. Sambil menjalani kegiatan perkuliahan setiap harinya, kegiatan ekstrakurikuler pun kutekuni.
Sesuai dengan tujuan awal, yakni ingin masuk TNI. Maka semua kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan militer, diikuti dengan serius.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Resimen Mahasiswa menjadi rumah keduaku. Tepatnya di Satuan Menwa 701 Wolter Monginsidi Unhas.
Sebelumnya menjalani Latihan Dasar Menwa Angkatan XXVII tahun 1999 di Depo Pendidikan Bela Negara Rindam VII Pakatto Sulsel.
Sempat pula mengikuti Kursus Pelatih Nasional Menwa ke XIV di Universitas Brawijaya Malang. Satuan Menwa 803 menjadi tuan-rumah. 

Demikian pula, lapangan tembak UKM Perbakin Unhas, menjadi arena latihan kering bagi ketrampilan menembak. Pernah sekali, bersama beberapa anggota Perbakin Unhas, menyusuri hutan Maros. Dalam giat orientasi medan berburu.

Dimulai dari desa Kappang, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros Sulsel. Tiba di puncak gunung pada Stasiun Transmisi Gelombang Mikro Digital Makaroewa. 
Demikianlah, semua kegiatan ada tujuannya, yakni untuk mengenal seluk-beluk dunia militer serta memperlengkapi diri dengan ketrampilan yang kelak nanti dibutuhkan.
Selain itu, menyebarkan jaring pertemanan di lingkungan yang tidak jauh-jauh dari kegiatan militer. Sebab dengan berada dibawah pembinaan Kodam VII Wirabuana, maka dimungkinkan adanya latihan menembak. Di Yonif Linud 700/ BS (sekarang Yonif 700/ Raider Kodam VII Wirabuana).

Dan, pada tahun 2000, meraih gelar juara II Menembak, Menwa Se-Sulawesi Selatan. Penerimaan hadiah berupa uang dan piagam. Dalam rangka Lomba Regu Tangkas Kodam VII Wirabuana Makassar.


Juara II Menembak, Menwa Se-Sulawesi Selatan. Penerimaan hadiah berupa uang dan piagam. 

Dalam rangka Lomba Regu Tangkas Kodam VII Wirabuana Makassar. Diserahkan Panglima Kodam VII WRB



Diserahkan oleh pejabat waktu itu, Panglima Kodam VII/ WRB Mayjen TNI Agus Wirahadikusuma. Didampingi KASDAM Brigjen TNI Husni Thamrin.***(Bersambung ke artikel 2 (Penulis: Mayor (Sus) Michiko Moningkey, sekarang menjabat sebagai Kapustak AAU Yogyakarta). Seluruh isi materi ini merupakan milik intelektual pribadi. Meniru dan menggandakan hal-hal yang dicantumkan dalam materi ini, diluar maupun tanpa seizin Penulis, merupakan pelanggaran hak intelektual dan dapat diproses  sesuai hukum yang berlaku.