Tampilkan postingan dengan label Jumpmaster. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jumpmaster. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Juni 2015

Kisah Heroik Peterjun di Kalimantan (Karya Saduran)

Jika mengarahkan pandangan ke arah langit nan biru yang ditaburi payung berwarna-warni dari para Peterjun, kita akan sedemikian terpesona. 

Tidak pernah terbayangkan bagaimana menantangnya kegiatan ini. Apalagi saat terjun di wilayah yangmenunggu dengan cabang-cabang pohon yang kekar.Serta tidak tahu pasti apa yang menanti dibawah sana, dalam keadaan gelap-gulita. Disaat perang berkecamuk, ancaman kematian sudah menanti.



Ada kutipan ungkapan dari Shakespeare: “Cowards die many times before theirs deaths. The valiant never taste death but once”. Orang-orang penakut merasakan kematian berkali-kali sebelum kematian yang sebenarnya. Orang yang pemberani tidak pernah merasakannya kecuali hanya sekali yaitu pada waktu ia mengalami kematian.


Peristiwa penerjunan pasukan pada tanggal 17 Oktober 1947 di daerah Kalimantan, pulau harapan yang sangat penting dalam upaya mencapai cita-cita adil dan makmur Indonesia Merdeka, merupakan bukti perjuangan para pelopor Penerjun Payung. Secara resmi hari dan tanggal tersebut telah dijadikan hari jadi Komando Pasukan Gerak Tjepat/ Kopasgat AURI. Cikal-bakal Pasukan Khas Angkatan Udara (Paskhasau).

Pendaratan yang jauh dari yang diharapkan. Mereka mendarat di tengah hutan belukar dengan pepohonan yang tingginya hampir 40 meter dan memiliki batang pohon yang berdiameter 3 meter. Sehingga semuanya tersangkut di rimbunan daun-daunan pohon “Empas”. Hanya dengan cara menggunakan tali parasut yang disambung-sambungkan maka pasukan peterjun ini dapat mencapai bagian pangkal pohon, dan kemudian menjejakkan kakinya ke tanah.


Namun, masih ada yang jauh lebih parah daripada mendarat di pohon raksasa. Bachri mendarat tepat masuk di sela-sela rimbunan pohon bambu. Badannya terjepit diantara tiga batang pohon bagaikan ikan yang masuk perangkap bambu. Tidak terbayangkan sakitnya, sangat menyiksa.


Anggota-anggota peterjun ini mendarat disebuah kampung Sambi namanya. Kampung ini letaknya di tengah-tengah hutan dan hampir tidak memiliki hubungan dengan dunia luar. Kampung inilah yang terlihat dari pesawat dengan ladangnya yang mempunyai tonggak-tonggak besar bekas tebangan pohon dan beberapa buah rumah panggung dicelah-celah hutan yang membentang luas. Penduduknya terdiri dari 12 kepala keluarga, berdiam di beberapa rumah yang didirikan di atas tiang-tiang setinggi dua sampai empat meter. Kampung ini termasuk Suku Dayak Arut.


Sore itu sebanyak 11 orang dari 13 peterjun dapat berkumpul dalam keadaan selamat. Sangat membanggakan, sebab ini pengalaman pertama dalam melakukan penerjunan. Keesokan harinya jumlah keseluruhan 13 prajurit lengkap setelah bergabungnya dua orang terakhir. Kemudian dengan gerak cepat logistik dikumpulkan. Sayangnya hanya beberapa perlengkapan yang ditemukan sebab semuanya jatuh di hutan rimba yang belum pernah dimasuki oleh manusia.





Sebelumnya, saat persiapan penerjunan sampai dengan dilaksanakannya misi ini. Ada beberapa peristiwa penting yang perlu dicermati. Perang Dunia ke-II menjadikan pulau terbesar ketiga didunia ini menjadi aset yang sangat penting dalam memenangkan peperangan. Dengan menguasai pulau yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah Barat Pulau Sulawesi ini, maka Jepang maupun Sekutu berikhtiar menguasai seluruh Kepulauan Indonesia. Pulau Borneo, nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda, dengan luas 743.330 Km2 menjadi sumber logistik untuk membiayai perang. Tidak heran Jepang maupun Sekutu berlomba-lomba untuk menguasai pulau Borneo.            Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi tonggak bersejarah bagi bangsa Indonesia, namun berita menggembirakan ini hanya sayup-sayup sampai di telinga masyarakat Kalimantan. Hal ini tidaklah mengherankan sebab Jepang telah menyita semua alat komunikasi seperti radio. Pada tanggal 10 Oktober 1945 diresmikkan berdirinya Pemerintah Republik Indonesia Daerah dengan ibukotanya Banjarmasin oleh ribuan rakyat Kalimantan sendiri.

Namun, Sekutu tidak mau mengakui keberadaan pemerintah Republik Indonesia. Walaupun RI telah memproklamasikan kemerdekaannya. Bahkan tidak ingin melihat Sang Merah Putih berkibar. Ini sesuai dengan niat tentara Belanda yang diboncengi NICA untuk menguasai kembali Indonesia, demikian pula ingin menduduki Kalimantan yang kaya dengan sumber daya alamnya. Namun, rakyat melakukan perlawanan yang sengit, dikirimlah ekspedisi-ekspedisi dari Jawa untuk merebut kembali Kalimantan dari cengkraman penjajah Belanda yang semakin bercokol di pulau ‘Paru-paru Dunia’ ini.
Kebanyakan dari ekspedisi ini mengalami kegagalan karena tidak adanya kesatuan komando, juga disebabkan oleh adanya blokade laut yang dilakukan Belanda untuk menghambat infiltrasi pejuang Indonesia yang berasal dari daerah lain masuk ke wilayah Kalimantan. Blokade ini menghambat komunikasi dengan para pejuang yang berada di Kalimantan.

Adanya surat Gubernur Kalimantan kepada KSAU, telah menjawab kegagalan infiltrasi selama ini. Demikian Ir. Pangeran Mohammad Noor yang mendapat dukungan moral dari seluruh masyarakat suku Dayak, mengirim surat kepada Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia yakni Komodor Udara Suryadi Suryadarma. Berniat untuk menerjunkan pasukan payung di belantara Kalimantan. Isi surat antara lain: “...untuk usaha-usaha merebut Kalimantan menjadi daerah Republik Indonesia. Disamping usaha lain yang kini dijalankan, dipandang perlu memulai pasukan payung mengirim pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan ke Kalimantan....”.

Permintaan Ir. Pangeran Mohammad Noor dilanjutkan dengan pembicaraan serius dan akhirnya diputuskan untuk membentuk Staf Khusus untuk pasukan payung Republik Indonesia dibawah Komando Panglima Angkatan Udara. Berdasarkan perintah harian Panglima Besar Jenderal Soedirman Nomor:232/PB/47/I, maka Komodor Udara Suryadi Suryadarma segera melakukan persiapan untuk menerjunkan pasukan payung ke Kotawaringin Kalimantan Tengah.

Disamping itu diangkat pula Mayor Tjilik Riwut yang asli Kalimantan sebagai Komando Pasukan dan duduk dalam staf sekretaris bagian siasat perang KSAU. Mayor yang lahir dan dibesarkan di Kalimantan ini telah berhasil membentuk kantong-kantong perlawanan di Kalimantan Selatan.
Persiapan di Pangkalan Udara Maguwo, pelatihan bagi para pemuda yang akan diterjunkan di Kalimantan. Digembleng ada 60 putra Kalimantan, 12 orang dari Sulawesi dan beberapa orang lagi dari Jawa, Madura dan daerah lain. Dilatih oleh Opsir Udara I Sudjono. Hanya berbekal peralatan sederhana, serba darurat, dilatih di darat saja (ground training). Parasut yang digunakan untuk latihan terjun adalah parasut bekas serdadu Jepang. Latihan hanya dalam waktu sepekan, membuat Tjilik Riwut kuatir.

Dalam pelatihan hanya menerima teori-teori dan bagaimana cara tepat meloncat dari pesawat saat penerjunan. Bagaimana melipat parasut dan dilatih pula terjun bebas dari menara. Tanpa rasa takut para peserta latihan satu per-satu naik ke menara, kemudian menloncat bergantian menggunakan alat yang terbuat dari kain blacu. Setelah latihan dilakukan seleksi, yang terpilih semuanya adalah putra daerah kalimantan. Mereka adalah Iskandar dan Dachlan putra daerah Sampit; J. Bitak dari Kelapa Baru; C. Willems dari Kuala Kapuas; J. Darius dari Kasungan; Achmad Kosasih dari Makuhulu; Bachri dari Barabai; Ali Akbar dan Djarni dari Balikpapan; M. Amiruddin dan Emanuel dari Kahajanhulu; serta Morawi dari Rataupulut. Semuanya menguasai bahasa daerah Dayak Kahajan dengan mahir disamping keterampilan lainnya.

Misi penerjunan ini adalah untuk membawa alat pemancar (Z/O) yang besar dan lengkap dengan motor dan bahan bakar untuk penggunaan setahun. Selaku pemancar induk sehingga akan berkomunikasi dengan pemancar induk yang ada di Sumatera dan Jawa juga pemancar-pemancar kecil di Kalimantan. Diharapkan ini merupakan dinamisator perjuangan di Kalimantan dikoordinasikan dengan perjuangan di Jawa dan Sumatera. Perjuangan ini pada dasarnya untuk memperkuat perjuangan dan untuk membentuk jaringan perjuangan yang terbesar di Kalimantan.

Pada tanggal 16 Oktober 1947, pukul 23.00 WIB awak pesawat Dakota C-47 meninggalkan Hotel Tugu menuju Pangkalan Udara Maguwo untuk bersiap melaksanakan operasi. Meskipun rasa kantuk masih bergelayut namun mereka harus cepat tiba di pangkalan udara untuk melakukan pengecekan terakhir.
Pukul 01.30 WIB tanggal 17 Oktober 1947 pesawat udara telah siap, terdengar amanat KSAU Komodor Udara Suryadi Suryadarma, memberikan petunjuk dan menutup amanatnya dengan sebuah ucapan “Selamat Jalan dan selamat berjuang!”.

Pesawat C-47 Dakota RI-002 diterbangkan oleh pemiliknya yang berkebangsaan Amerika yakni Robert Earl Freberg. Bertugas sebagai Co-Pilot Opsir Udara III Makmur Suhodo, penunjuk arah Mayor Tjilik Riwut, dan Jumping Master Opsir Muda Udara III Amir Hamzah. Take-off dari Lapangan Terbang Maguwo Yogyakarta tepat pukul 02.30 WIB, lalu membelok ke utara terus menuju ke “Heading” 31 derajat.

Suasana dalam pesawat hening, semuanya mengikuti alur pikirannya masing-masing. Pagi pukul 05.30, fajar menyingsing, pesawat semakin terbang rendah. Pada pukul 07.00 pesawat telah melayang-layang di atas deretan bukit-bukit, terlihat ladang dan beberapa buah rumah.

Ketika bel berbunyi tiga kali dan lampu merah di dekat pintu mulai menyala Jumping Master Amir hamzah berdiri dan memberi instruksi serta memeriksa peterjun satu demi satu. Kemudian ia berdiri di depan pintu untuk melihat sejenak ke bawah. Pesawat memutar satu kali untuk memeriksa keadaan serta arah angin. Setelah posisi cukup baik, isyarat dengan bel dua kali , isyarat untuk berbaris di depan pintu yang sudah dalam keadaan terbuka. Bel ketiga kali berbunyi berarti dropping dan jumping di mulai. Pertama kali keluar adalah logistik, kemudian disusul oleh J. Bitak sebagai orang pertama terjun dan bertugas mengawal bendera Sang Merah Putih.

Setelah itu bergantian drooping perlengkapan. Dachlan terkait di pintu sehingga sulit untuk meloncat keluar badan pesawat. Untung saja, dapat segera diketahui dan ditolong, sehingga dapat terjun dengan selamat. Djarni mengalami shock berat sehingga tidak jadi terjun. Wajahnya pucat seputih kapas, tubuhnya gemetar dan keringat dingin mengucur deras. Dengan pertimbangan yang bijak, Djarni tidak jadi diterjunkan.

Tujuan utama dilaksanakannya operasi penerjunan pasukan payung di Kotawaringin Kalimantan ini adalah untuk menjalin hubungan komunikasi radio antara Kalimantan dan Yogyakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia. Di dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.
Namun, misi pengiriman pasukan payung ini diketahui oleh pihak penjajah Belanda. Mereka disergap, diserang dan ditangkap; sehingga misi penyusupan ini gagal. Namun, peristiwa ini membawa dampak yang sangat besar bagi pihak musuh dan juga bagi para pejuang itu sendiri.

Penyusupan pasukan payung ini menjadi bukti yang kuat bahwa perjuangan rakyat Indonesia untuk lepas dari penjajahan bangsa asing tetaplah nyata. Walaupun merupakan suatu hal yang mustahil, namun penerjunan ini telah membuka mata dunia Internasional, bahwa Indonesia ada dan berdaulat, dan Kalimantan adalah bagian yang terintegrasi dengan Indonesia. Bagi para pejuang, hal ini merupakan dorongan moril untuk tetap berjuang mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perjuangan dan kesediaan mereka untuk berkorban jiwa dan raga merupakan nilai-nilai kejuangan yang patut diteladani oleh generasi muda sekarang ini. Para pelopor penerjun payung sama sekali tidak mempedulikan akan peralatan yang sangat sederhana. Bahaya tidak dihiraukan oleh mereka, untuk membebaskan Kampung Halaman-nya dari Belanda yang ingin kembali bercokol.

Dalam serba penuh keterbatasan, hanya latihan di darat, mereka bertekad untuk terjun dari udara dengan menggunakan pesawat terbang yang usianya se-uzur keadaan payung yang digunakan. Caranya pun jauh dari standar keselamatan, sangat sederhana, hanya dengan meloncat keluar dari kokpit pesawat yang memang sudah terbuka. Bahkan ada yang harus merayap dulu baru meloncat dan mengembangkan payung. Namun apa yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1947 ini menjadi sejarah operasi penerjunan pasukan dari udara untuk pertama kali di Indonesia dan yang paling lengkap, sebab diikuti dengan dropping logistik.

Kisah penerjunan 17 Oktober 1947 adalah gambaran nyata kebesaran jiwa Putra Bangsa, dengan sinar kebesaran jiwa proklamasi yang menyala di dada para pelopor perjuangan bangsa. Old Soldier Never Dies, Les Fade Away....(Capt.Michiko)

KISAH HEROIK PETERJUN DI KALIMANTAN. Disadur dari buku: Sejarah Penerjunan Pasukan Payung di Kalimantan Tanggal 17 Oktober 1947 (Oleh Dispenau @2007).
           


           
           
           

Selasa, 10 Juni 2014

Cope West 2012 Latihan Bersama USAF dan TNI AU




Seminggu berlalu, sejak latihan bersama antara TNI Angkatan Udara dengan United State Air Force (USAF). Tepatnya dengan Wing I Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
Latihan ini resmi dibuka oleh Wakil Kepala Staf AU Marsdya TNI Dede Rusamsi (menjabat saat kegiatan ini berlangsung). Dengan didampingi oleh Lt. Gen Stanley T. Kresge. Selaku Commander 13th Air Force USAF “Hickem Air Force Base” Hawaii.

Latihan Bersama TNI AU-USAF 'Cope West 2012'

Namun kesan mendalam telah membekas dihati seorang pengamat sepertiku. Pengamat dari di pinggir lapangan. Sebab ada banyak hal-hal yang sangat berharga, yang telah ditemui dari perpaduan kerjasama ke dua Angkatan Udara ini.

Mungkin ini hanyalah kesan awal yang begitu mempesona. Di mata seorang yang melihat dari kejauhan. Namun pula, sangat berarti dan menarik untuk disimak. Sebenarnya, apa yang menarik bagiku, sudah bukan merupakan suatu hal yang baru lagi di dunia kedirgantaraan, apalagi di dunia militer.

Disiplin, inilah kata kunci yang ingin saya ceritakan. Sejak roda ban pesawat Hercules C-130 milik 374 Air Lift Wing, Yokota Air Base Japan, mendarat di landasan pacu Lanud Halim.

Maintenance Airmen dari the 374th Airlift Wing Yokota AB Japan
memastikan propeler sedang bekerja dengan baik
Decak kagum terdengar dari antara personel TNI AU. Yang saat itu bertugas untuk menjemput anggota USAF yang akan terlibat di dalam Joint Exercise Cope West  tahun 2012 kali ini.
Dari bunyi yang dihasilkan oleh badan pesawat yang tergolong jumbo ini, dapat diketahui kondisi prima mesin pesawat buatan pabrik Lockheed Amerika ini.
Bunyi mesin pesawat yang tidak asing lagi di telinga warga Lanud Halim. Di kejauhan nampak semburat jingga cahaya mentari pagi dengan udara segar yang menerpa wajah.
Anggota militer 374 Air Lift Wing, Yokota Air Base Japan, kemudian menjejakkan kakinya di Jakarta, Indonesia.
Setelahnya, C-130 Hercules berbendera USA ini bertengger dengan gagahnya di landasan Terminal Selatan Lanud Halim. Seluruh personilnya dengan penuh kesadaran membentuk barisan memanjang sepanjang taxy-way.
Untuk memunguti benda-benda sekecil apapun yang ditemuinya; yang berpeluang menjadi sumber kecelakaan bagi penerbangan.
Mungkin bagi orang awam, tindakan ini kelihatannya sangat sepele dan aneh. Namun bagi orang penerbangan hal ini merupakan tindakan penting dan bijak. Di dalam menghindari terjadinya kecelakaan terbang dan kerja.
Hal ini mengingatkanku pada pengalaman sepuluh tahun yang lalu. Saat berdinas di Pangkalan Udara tipe C seperti Lanud El-Tari Kupang Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang juga dilaksanakan di Lanud yang terkenal dengan kain tenunannya ini. Awalnya sangat mengejutkanku.
Namun, dibalik tindakan ini semua, ternyata terkandung makna yang sangat mendalam.
Sebagai insan dirgantara yang berkecamuk dengan peralatan-peralatan berteknologi tinggi. Seperti dengan “Burung Besi yang bisa terbang”. Kegiatan ini sudah merupakan program tetap yang tidak bisa ditawar-tawar.
Anak-anak di Gorda Binuang sedang melihat anggota Paskhas AU
yang sedang bersiap-siap mendarat setelah
loncat keluar dari C-130 Hercules untuk mendukung Cope West

Sebab Zero Accident merupakan target khusus yang mendapat skala prioritas utama di kalangan insan Angkatan Udara. 
Teknologi militer yang semakin canggih itu memiliki konsekuensi. Bahwa faktor keselamatan terbang dan kerja menjadi tolok ukur. Bagi kesiapan dan keberhasilan TNI Angkatan Udara dalam melaksanakan tugasnya.
36th Airlift Squadron Commander Lt  Col Dave Kincaid
melihat keluar jendela saat tampilan beberapa manuver
diatas area penerjunan Gorda untuk mendukung
Cope West yg adalah latihan bersama US

Oleh sebab itu, untuk kesekian kalinya Pimpinan TNI AU senantiasa menginstruksikan
. Kepada seluruh personel jajaran TNI Angkatan UdaraUntuk menempatkan keselamatan terbang dan kerja pada prioritas utama. Dalam setiap pelaksanaan tugas. Sehingga “Zero Accident” benar-benar dapat diwujudkan.Kembali ke awal, apa yang sebenarnya mendorongku untuk menulis tentang secuil pengalaman ini? Jauh di kedalaman hatiku ada sesuatu yang menggelitik hati. Dan yang ingin kutuangkan dalam bentuk tulisan. Walau mungkin sebagai pengamat diluar lapangan, semuanya kutuliskan apa adanya dan masih sederhana.

Cope West 2012

Hal menarik lainnya yang kutemui selama interaksi ini berlangsung adalah sikap kepastian. Tidak pernah mengandai-andai. Tetapi memastikan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Hal ini tercermin saat salah satu USAF Airman memeriksa dengan cermat dan mendetil. Setiap jengkal badan pesawat C-130 Hercules yang diawakinya.
Sekali lagi, ini sudah ‘program tetap’ -- istilah di dunia Angkatan Udara. Sekali lagi ‘check and re-check’.

Master Sgt John Gaona  jumpmaster
dari 93rd Air Ground Operations Wing Lanud Moody Ga
sedang memeriksa tali statik peterjun Indonesia
pada tgl 26 Juni 2012 di Lanud Halim
Tindakan ini, Penulis perhatikan, tidak pernah dilakukan secara asal-asalan ataupun sekilas pandang saja. Bahkan, memperlengkapi dirinya dengan alat penerang seperti senter ditangan. Luarbiasa khan? Siang hari menggunakan senter? Namun, seperti inilah seharusnya yang patut dicontohi. Sikap bertanggung-jawab sepenuhnya, penuh kehati-hatian dan waspada. Nilai plus lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah konsentrasi penuh pada apa yang dihadapannya. Tingkat keseriusan yang tinggi.

Seorang Jumpmaster dari Batalyon 461 Paskhas (sekarang Pasgat= Pasukan Gerak Cepat
memeriksa parasut sebelum latihan terjun
sebagai bagian dari latihan Cope West 2012
di Lanud Halim P tgl 26 Juni 2012  Cope West

Tidak pernah mengganggap sesuatu hal itu sudah seperti itulah terjadi dengan sendirinya. Tidak demikian. Tetapi, melihat kembali, mengevaluasi kembali dan mengujinya dengan rapat tim
Membandingkan berbagai argument atau pendapat kemudian membuktikan kembali ketepatan perhitungan awal. Luar biasa. Sebab itu, tidaklah asing lagi saat melihat para Airmen mengadakan briefing singkat di luar badan pesawat sebagai pemeriksaan terakhir sebelum melaksanakan penerbangan.

Paskhas AU sedang memasuki C-130 USAF
untuk misi latihan terjun statik pd tgl 29 Juni 2012
di Lanud Halim  Ada kira kira 75 Airmen dari TNI AU
yang berpartisipasi pada Cope West tahun ini

Satu lagi yang menambah kekaguman yang tiada henti, saat memperhatikan Msgt John Ganoa. Seorang Jumpmaster dari 18th Weather Squadron Fort Bragg, USSaat memberikan simulasi penerjunan kepada ke-22 anggota Pasukan Khas Angkatan Udara Batalyon 461 di dalam badan pesawat C-130 Hercules USAF.
Indonesia Jumpmaster loncat keluar dari C-130 Hercules
dari 36th Airlift Squadron Lanud Yokota Jepang
saat diatas drop zone Gorda tgl 22 April 2010  
Foto Sgt Cohen A Young

Walaupun, pesawat yang digunakan sedang bertengger di atas daratan namun saat mempraktekkan peristiwa penerjunan. Ia bertindak dan berlaku seakan-akan pesawat sedang mengudara. Keseriusan ini patut dijadikan nilai positif yang dapat diambil. Bukankah, latihan praktek dilapangan bagi militer merupakan kunci keberhasilan? Jadi, pengulangan yang bersungguh-sungguh merupakan tanda 90% keberhasilan pelaksanaan tugas?

Indonesia Jumpmaster loncat keluar dari C-130 Hercules
dari 36th Airlift Squadron Lanud Yokota Jepang
saat diatas drop zone Gorda tgl 22 April 2010  
Foto Sgt Cohen A Young

Demikianlah yang diperlihatkan seorang anggota militer USAF didalam melakukan latihan. Tidak pernah menganggap sepele suatu tindakan pengulangan dalam suatu latihan. Semoga hal kecil seperti ini tidak akan terlewatkan oleh orang kita. Lain halnya dengan Airman 1st Class Brandon Jenkins, seorang ahli tali-temali pengepakan barangBerasal dari 374th Logistics Readiness Squadron’s Combat Mobility Flight. Bekerja bersama-sama dengan Indonesian Airmen mengerjakan sebuah pengepakan barang yang rendah biaya dan praktis untuk Low-AltitudeKedua negara bersama-sama, langsung mempraktekkannya secara bahu-membahu membuat bundel LCLA. Yang merupakan tipe terbaru palet yang pada umumnya digunakan oleh U.S Forces untuk pengangkutan udara menyuplai secara cepat dan efisien.

Senior Airmen Nicholas Gilvin ahli tali-temali dari
The 37th Logistics readiness Squadron Combat Mobility Flight
di Lanud Yokota Jepang  
bekerja bersama Indonesian Loadmaster

Jika dicermati dengan bijak oleh seluruh peserta latihan. Hal-hal seperti inilah yang sebenar-benarnya memperkaya pengalaman dan pengetahuan. Bahkan wawasan berpikir seorang prajurit, diharapkan makin professional. Didalam mengemban tugas dan tanggungjawabnya sebagai pilar bangsa dan Negara. Seperti yang telah tertuang pada sambutan pidato kedua pimpinan latihan. Latihan seperti inilah yang menjadi urat nadi. Mengalirkan kemampuan, kekuatan dan kesiapan untuk melaksanakan setiap tugas Negara. Terlebih-lebih bila dihadapkan dengan teknologi militer yang semakin modern dan canggih.

Sebuah paket Container Delivery System
sedang dilepaskan keluar dari C-130 Hercules

Setelahnya, selama lima hari kerja, Indonesian-American Airmen telah bekerja bahu-membahu. Secara bertahap, saling bertukar taktik, teknis, prosedur penerbangan udaraMemimpin pertukaran para ahli yang benar-benar piawai dibidangnya masing-masing. Sehingga pada akhirnya, akan mempertinggi kemampuan pertukaran informasi dari kedua Angkatan UdaraDan meningkatkan kesiapan penanggulangan bencana alam kawasan regional. Namun diatas kesemuanya ini, ilmu pengetahuan tanpa menyentuh sisi kemanusiaan, apalah artinya. Semuanya bisa menjadi sia-sia. Dengan kesempatan latihan di area drop-zone Gorda, USAF dan TNI Angkatan Udara memberikan sumbangan perlengkapan sekolah dan olahraga kepada SDN 3 Warakas, Banten, Serang. Bantuan perlengkapan sekolah dan olahraga ini diberikan langsung kepada seluruh anak-anak sekolah. Oleh Mayor Nav Sudaryanto dan oleh Lt. Col Pete Kelley selaku Commander Detachment Yakota Air Base, JapanMenurut Lt. Col Pete Kelley perlengkapan olahraga dan alat belajar ini, merupakan murni sumbangan anak-anak keluarga besar Detachment Yakota Air Base, Japan.

Lt Col Pete Kelley Komandan dari Cope West 11 Detasemen Lanud Yokota Jepang
berbicara kepada murid murid SD Negeri 3 Warakas
di Binguang  Anggota Lanud Yokota memberikan lebih dari 1200 Dolar

Sepenggal cerita menarik dan mengesankan. Bagi seorang pengamat dari pinggir lapangan. Bahwa untuk maju setiap insan Angkatan Udara harus smart untuk memanfaatkan kesempatan yang langka ini. Belajar dan berlatih, berlatih dan berlatih***(Penulis sekarang menjabat sebagai Kepala Sub Seksi Perpustakaan Dinas Penerangan TNI AU. Kantor 021-8709261., twitter: @SanraMichiko; facebook Michiko Wangko Moningkey; blog http://michiko030176.blogspot.com. *Seluruh isi materi ini merupakan milik intelektual pribadi. Meniru dan menggandakan hal-hal yang dicantumkan dalam materi ini, diluar maupun tanpa seizin Penulis, merupakan pelanggaran hak intelektual dan dapat diproses  sesuai hukum yang berlaku.